Tuesday, September 18, 2007

THEATRE CONCEPT


Theatre Concept by Hermana HMT

Basically, theater is result of a process which develops from time to time and appropriates to the development of society’s thought and spiritual mentality in its own environment. This process itself is result of acculturation draw from various complex components. A work of theater is created because it has deeper dimension and essence inside. Human imagination and creativity make art valuable and can be appreciated or enjoyed by society at large.
Our imagination and creativity will open the door onto improvement, new product and service, new world market, new communication way, and new way to preserve our environment and natural resources. It will also present more beautiful and rhythmical things.
The term of space on theater is the space where human read the sign of life in the past, present, or future and has function as reflection of life. Theater is not only as media of thought and feeling expression but also like its own life or miniature of life that forms on human’s will and work on the stage and full of symbol and meaning.
Of course, we want that the realization of life in theater does not just form and then finish at that time. It must spring some wishes that can give spirit to human life at least as reflection, intelligence, and artistic beauty from the offered ideas.
In every making of theater, we rarely take the idea of Stanislavsky’s realism performance style, but more refer to the spirit of Sundanese traditional theater (longser) and Effect Brecht’s theater. The spirit is basis of standing then it is developed with had style and experience to be ‘new idea’ and ‘new form’. We call it Teater Sabrehna.
Sabrehna is taken from Sundanese and means whatever there is or as it is. In our theater, this concept is formed by the mix of various concepts then reprocessed with our own discoveries from experiences we got since processing time and makes a form of theater that can’t be categorized as the follower of certain theory (Stanislavinsky, Brecht, or Artaud). Sabrehna means whatever we can see, whatever we can think, whatever we can feel, and whatever we can move on the full conscious corridor without forgetting the ethic and aesthetic power as responsibility to public. Nevertheless, it does not mean that we underestimate the existing theories. We just feel afraid to be trapped on the struggle of theories and consider that we can’t follow their theories fully. We can’t be a whole realist, Artaud, or Brecht. The reason we make the spirit of Brecht as the basic is because this concept has the uniqueness like the spirit of Longser which is familiar with our life. We have slogan ‘playing on play but serious’ or ‘playing on seriousness, serious on play’ means there is a seriousness or capability when the actor plays and awareness in communicating to public. We hope this concept can be a local discourse which is being of the world and global.

Tuesday, September 11, 2007

ROBOHNYA SURAU KAMI


Karya : AA. Navis
Penyadur/Adaptasi : Hermana HMT

SEJENAK MUSIK BERGEMURUH.
PERLAHAN TERDENGAR GESEKAN BIOLA ATAU LANTUNAN SERULING DIBARENGI GEMERCIK AIR DAN DESIR ANGIN.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR KUMANDANG ADZAN SUBUH. ORANG-ORANG MUNCUL DARI BERBAGAI ARAH, BERBARIS DI PANGGUNG SEPERTI MAU MELAKUKAN SHALAT.
ADZAN USAI SESEORANG MELAPALKAN DOA SETELAH ADZAN, LALU ORANG-ORANG MENDENDANGKAN LAGU " AL-ITIRAF ".

PEMBACA DOA 1
Ya Allah, ya Tuhan kami jangan Engkau jadikan kami condong pada kesesatan Sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami,dan karuniailah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ( QS. Al-Imran: 8 )

PEMBACA DOA 2
Ya Allah, ya Tuhan kami, Engkau masukan malam pada siang, Engkau masukan siang pada malam dan Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati,Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau memberi rizki kepada siapa yang Engkau kehendaki dengan tidak terkira. ( QS. Al-Imran : 27 )

PEMBACA DOA 3
Ya Allah yang mempunya kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki., Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebijakan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Al-Imran : 26 )

TIBA-TIBA SEORANG PEREMPUAN MUNCUL DAN MENANGIS SEPERTI ANAK KECIL.

SEORANG PEREMPUAN
Kini kakek itu sudah tidak ada lagi. Ia sudah meninggal. Dan tinggalah surau itu tanpa penjaganya. Sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Orang-orang itu semakin masa bodoh. Dan biang kebodohan itu ialah sebuah dongeng yang tidak dapat disangkal kebenarannya.

PIMPINAN PENTAS
Hei,hei,hei ! Berhenti ! Apa-apaan sih kamu ? Orang lain berdoa ini malahan menangisi yang tidak jelas. Sudah, tidak baik banyak bersedih hati. Yang sudah berpulang biarlah pulang dengan tenang, kita-kita yang akan mengikutinya nanti, dari sekarang lebih baik mempersiapkan bekal kepulangan kita itu. Agar nanti tidak tersesat atau masuk ke tempat yang tidak kita sukai. Sekarang lebih baik memperbaiki hidup daripada meratapi yang sudah mati. Sudah ya,jangan menangis lagi malu tuh sama orang-orang. Oh ya, penonton. Selamat berjumpa dengan kami. Maaf tadi saya memotong dulu. Pertunjukan sebenarnya belum dimulai.

SEORANG PEREMPUAN
Loh,loh. Yang barusan adegan apa ?

PIMPINAN PENTAS
Itu baru sambutan awal dan doa.

SEORANG PEREMPUAN
Jadi belum,ya ?

PIMPINAN PENTAS
Belum.

ORANG-ORANG
Huhhhh.

PIMPINAN PENTAS
Sudah, sudah ! Sekarang kalian duduk dulu yang rapi….Maaf pemirsa, barusan itu kesalah pahaman. Begini…eeeh.. tapi sekali lagi saya menghaturkan mohom maaf. Anu…eeh.. sebelum cerita dimulai, saya ingin sekali menyampaikan sepatah kata pada anda semua. Kenapa saya ingin sekali berkata-kata ? Tentu, karena saya kuatir setelah pertunjukan ini tiba-tiba ada gelombang protes besar-besaran. Maklumlah zaman reformasi. Jadi, sebelum cerita ini kami lanjutkan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila nanti ada kelancangan-kelancangan yang tidak berkenan dihati para pemirsa. Ini cerita bukan cerita sesungguhnya, tapi dongeng yang kebenarannya sangat bisa diragukan. Dongeng adalah dongeng. Dongeng bukan kenyataan, walau kadang ada nyatanya. Agar lebih jelasnya silahkan simak dengan hati yang lapang.begitu saja dari saya. Ayo anak-anak lanjutkan dongengannya, tapi jangan pakai tangis-tangisan lagi kesannya seperti telenovela. Siapa tadi yang nangis ?

ORANG-ORANG
Dia pak.

PIMPINAN PENTAS
Oh kamu. Awas ! Jangan pakai nangis lagi, ya ! Ayo mulai.

TIBA-TIBA EMPAT ORANG PEREMPUAN MUNCUL DENGAN JERITAN DAN TANGISAN.

PEREMPUAN SATU
Tapi kakek itu sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggal surau itu tanpa penjaganya, hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar seing mencopoti papan dinding lantai di malam hari.

PEREMPUAN DUA
Jika kalian datang sekarang,hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.

PEREMPUAN TIGA
Dan kecerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya.

PEREMPUAN EMPAT
Dan terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang,yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaganya lagi.

PIMPINAN PENTAS
Aduh, aduh, aduh, aduh ! Sudah saya bilang jangan pakai sedih-sedihan, malahan makin banyak yang bersedih. Bagaimana kalian ini ? Hei ! Negeri kita ini sedang bersedih.jangan ditambah-tambah lagi kesedihannya.Sudah, sudah ! Lebih baik sekarang kalian bernyanyi. Mau enggak ?

ORANG-ORANG
Mauuuu.

PIMPINAN PENTAS
Bagus. Bagaimana musik, siap ?

PEMUSIK
Siap bos. Nyanyi apa ?

PIMPINAN PENTAS
Katanya siap. Lagunya anu.. eh.. " Ajo Sidi ". Mulai.

ORANG-ORANG BERNYANYI.

Ajo Sidi oh Ajo Sidi
Pendongeng dari sebrang sana
Tak henti-henti berceloteh
Hingga orang terpana bualannya
Ajo Sidi oh Ajo Sidi
Kerjaannya sidir menyindir
Mejerat hati tiap orang
Jadi sumber ejekannya

PINPINAN PENTAS MEMBERHENTIKAN ORANG-ORANG YANG SEDANG ASIK BERYANYI DAN MENARI. ORANG-ORANG GUSAR, TAPI SEMUMUANYA DAPAT DITERTIBKAN.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR SUARA SERULING DIBARENGI GESEKAN BIOLA, GEMERCIK AIR DAN DESIR ANGIN .
SEORANG KAKEK SEDANG TERMANGU SAMBIL MEMENGANG PISAU CUKUR.

LAKI-LAKI
Assalamualaikum… assalamualaikum… assalamualaikum. Biasanya kakek gembira menerima kedatanganku, karena aku suka memberinya uang, tapi sekali ini begitu muram.Tidak pernah aku melihat kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat ini.

LAKI-LAKI ITU MENGAMBIL SALAH SATU PISAU CUKUR YANG TERGELETAK DI SAMPING SI KAKEK.

LAKI-LAKI
Pisau siap, Kek ?

KAKEK
Ajo Sidi !

LAKI-LAKI
Ajo Sidi ? ( KAKEK TIDAK MENYAHUT. HENING SEJENAK ) Apa Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek ?

KAKEK
Siapa ?
LAKI-LAKI
Ajo Sidi.
KAKEK
Kurang ajar dia.
LAKI-LAKI
Kenapa, Kek ?
KAKEK
Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok tenggorokannya.
LAKI-LAKI
Kakek marah ?
KAKEK
Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tidak marah-marah lagi. Takut kalau imanku rusak karenanya, ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah, bertawakal kepada Allah. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepadaNya. Dan Allah akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.
LAKI-LAKI
Bagaimana katanya, Kek ? ( KAKE DIAM SAJA. BERAT HATI BICARA ). Bagaimana katanya, Kek ?
KAKEK
Kau kenal padaku, bukan ? Sedari kecilkau aku sudah di sini. Sedari muda, bukan ? Kau tahu apa yang aku lakukan semua, bukan ? Terkutuklah perbuatanku ? Dikutuki Tuhan kah semua pekerjaanku ? DIAM SEJENAK. Sedari muda aku di sini, bukan ? Tak kuingat punya istri, punya anak, penya keluarga seperti orang lain, tahu ? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tidak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku,lahir batin, kuserahkan pada Allah subhanahu wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahakah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu ? Akan dikutukiNya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepadaNya ? Tak kupikirkan hari esok,karena aku yakin Allah itu ada dan pengasih penyang kepada umatNya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk, membangunkan setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca kitabNya. Apa salah pekerjaanku itu ? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.
LAKI-LAKI
Ia katakan Kakek begitu ?
KAKEK
Ia tidak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kira.
LAKI-LAKI
Ajo Sidi memang kurang ajar. Apa lagi yang dikatakan Ajo Sidi, Kek ?
KAKEK
Pada suatu waktu dia bicara padaku. Dia bialang.
MUSIK BERGEMURUH.
AJO SIDI
Di akhirat Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di sampingNya. Ditangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Bigitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah di mana-mana ada perang. Dan diantara orang-orang yang diperiksa itu ada seorang yang di dunia dinamai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan dimasukan ke surga. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyuman ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk surga, ia melambaikan tangannya,seolah hendak mengatakan "sampai ketemu nanti ". Begitu tak habis-habisnya orang yang berantri, begitu panjangnya. Susut di muka bertambah di belakang. Akhirnya sampai giliran Haji Saleh.
MUSIK BERGEMA, ANGIN BERGEMURUH.
SUARA
Engkau siapa?
HAJI SALEH
Aku Saleh. Karena aku sudah ke mekah Haji Saleh namaku. Tuan ini siapa ?
SUARA
Jangan banyak bertanya. Apa kerjamu di dunia ?
HAJI SALEH
Aku menyembah Tuhan.
SUARA
Lain ?
HAJI SALEH
Setiap hari, setiap malam, bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Nya.
SUARA
Lain ?
HAJI SALEH
Segala larangan-Nya kuhentikan. Tidak pernah aku berbuat jahat, walau dunia seluruhnya penuh oleh dosa-dosa yang dibisikan iblis laknat itu.
SUARA
Lain ?
HAJI SALEH
Tak ada pekerjaanku selain beribadat padaNya, menyebut-nyebut namaNya. Bahkan ketika aku sakit namaNya menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hatiNya untuk nginsafkan umatNya.
SUARA
Lain ?
LAMPU MENYINARI OJO SIDI YANG MELANJUTKAN DONGENGANNYA.
AJO SIDI
Haji saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segalanya yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, bahwa pertanyaan yang dilontakan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Hawa panas api neraka tiba-tiba menghembus ketubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap airmatanya mengalir, di isap kering oleh hawa panas neraka itu.
MUSIK BERGEMA. HAJI SALEH MENGIGIL KETAKUTAN. ORANG-ORANG BERGERAK SEPERTI JOMBI.
SUARA
Lain lagi ?
HAJI SALEH
Sudah saya ceritakan semuanya. Oh, Tuhan yang Maha Besar, lagi pengasih dan penyayang, Adil dan Maha Tahu.
SUARA
Tidak ada lagi ?
HAJI SALEH
Oh, o, oo, aku selalu membaca kitabNya.
SUARA
Lain ?
HAJI SALEH
Sudah kuceritakan semuanya. Tapi kalau ada yang aku lupa aku mengatakannya, aku pun bersyukur karena yang maha tahu itu Tuhan.
SUARA
Sungguh tidak ada lagi yang kau kerjakan di dunia selain yang kau ceritakan tadi ?
HAJI SALEH
Ya, itulah semuanya.
SUARA
Maksud kamu ?
MUSIK BERGEMURUH.
AJO SIDI
Haji saleh tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi. Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti mengapa ia dibawa ke neraka. Ia tidak mengerti apa yang dikehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.
PENDONGENG 1
Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tak tambah mengerti dengan keadaan dirinya, karena yang dilihatnya di neraka itu tidak kurang ibadahnya dari diri dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke mekah dan bergelar Syekh pula.
PENDONGENG 2
Lalu haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya pada mereka kenapa berada di neraka semuanya. Tapi sebagaimana haji Saelah orang-orang out pun tak mengerti juga.
SEMUA ORANG BERISTIGFAR.
HAJI SALEH
Bagaimana ini ? Bukankah kita disuruhNya taat beribadah, teguh beriman ? Dan itu semua telah kita kerjakan selelama hidup kita. Tapi kita kini dimasukan ke dalam neraka.
TOKOH LAIN
Ya kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat.
HAJI SALEH
Ini sungguh tidak adil.
ORANG-ORANG
Memang tidak adil.
HAJI SALEH
Kita harus mengingatkan Dia, kalau-kalau Ia silap memasukan kita ke neraka ini.
ORANG-ORANG
Benar, benar, benar.
TOKOH LAIN 2
Kalau dia tidak mau mengakui kesilafanNya, bagaimana ?
HAJI SALEH
Kita protes. Kita resolusikan.
TOKOH LAIN 3
Apa kita revolusikan juga ?
HAJI SALEH
Itu tergantung kepada keadaan. Yang penting sekarang, mari kita berdemontrasi mengadapNya.
TOKOH LAIN
Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demontrasi saja, banyak yang kita peroleh.
ORANG-ORANG
Setuju, setuju, setuju.
SEMUA ORANG BERGERAK. MUSIK BERGEMURUH.
HAJI SALEH
Oh, Tuhan kami Yang Maha Besar. Kami menghadapMu. Ini adalah umatMu yang paling taat beribadat, yang pang taat menyembahMu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut NamaMu, memuji-muji kebesaranMu, mempropagandakan keadilanMu, dan lain-lainnya. KitabMu kami hapal di luar kepala kami. Tidak sesat sedikitpun kami membacanya. Akan tetapi Tuhanku Yang Maha Kuasa, setelah Engkau kami panggil kemari, Engkau masukan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tidak diingini, di sini, atas nama orang-orang yang cinta kepadaMu, kami menuntut agar hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau kembali dan memasukan kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam kitabMu…. Mari kita menghadap Dia.
ORANG-ORANG BERGERAK SEPERTI AKAN DEMONTRASI.
SUARA
Kalian mau apa lagi.
HAJI SALEH
Kami ingin bertemu Tuhan.
SUARA
Tidak bisa.
HAJI SALEH
Harus ini sangat penting. Ini menyangkut nasib kami.
SUARA
Kamu mesti tahu. Tuhan telah menugaskan aku untuk menuntut kalian.
HAJI SALEH
Kamu ini sebenarnya siapa ?
SUARA
Tadi kan sudah kukatakan, aku adalah dirimu sendiri dan kalian semua.
HAJI SALEH
Aku tidak peduli…
SUARA
Sudah jangan banyak cingcong. Sekarang aku bertanya lagi pada kalian. Kalian di dunia tinggal di mana ?
HAJI SALEH
Kami ini adalah umat Tuhan yang tinggal di Indonesia.
SUARA
Oh, di negeri yang tanahnya subur itu ?
HAJI SALEH
Ya, benar.
SUARA
Tanah yang kaya raya, penuh dengan logam, minyak dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan ?
ORANG-ORANG
Benar, benar, itulah negeri kami.
SUARA
Di negeri yang tanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh tanpa di tanam ?
ORANG-ORANG
Benar, benar itulah negeri kami.
SUARA
Di negeri di mana penduduknya sendiri meralat ?
ORANG-ORANG
Ya, Ya, itu negeri kami.
SUARA
Negeri yang di perbudak orang lain ?
TOKOH LAIN
Ya sungguh laknat penjajah itu.
SUARA
Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkutnya, dijarah, bukan ?
TOKOH LAIN 2
Benar. Hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.
SUARA
Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan ?
HAJI SALEH
Benar. Tapi bagi kami soal harta benda itu tidak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Tuhan.
SUARA
Engkau rela tetap meralat, bukan ?
ORANG-ORANG
Benar kami rela sekali.
SUARA
Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga meralat, bukan ?
TOKOH LAIN
Sungguhpun anak cucu kami meralat, tapi mereka semua pintar mengaji. Alkitab mereka hapal di luar kepala.
SUARA
Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semuanya. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengagambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antar kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Tuhan beri negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedangkan Tuhan menyuruh engkau beramal disamping beribadah. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin. Engkau kira Tuhan suka pujian, mabuk disembah saja. Tidak ! Karena itu kamu semua masuk neraka dan di letakan di keraknya.
ORANG-ORANG TIDAK BERGERAK APA-APA LAGI. MEREKA TERMANGU, TAPI HAJI SALEH MASIH SAJA TIDAK PUAS.
HAJI SALEH
Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia ?
SUARA
Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau telah mementingkan diri sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaumu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kocar-kacir selamanya. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egois. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.
MUSIK TERDENGAR MEMILUKAN.
TERDENGAR SESEORANG BERTERIAK.
SAYUP-SAYUP SESEORANG SEDANG MENGAJI.
SESEORANG
Bunuh diri. Ada yang bunuh diri.
ORANG-ORANG
Di mana ?
SESEORANG
Di surau. Ia menggorok lehernya dengan sebilah pisau cukur.
ORANG-ORANG
Astagfirulahal’adzim.
ORANG-ORANG BERGERAK.

PEREMPUAN
Mas. Mas. Mas. Apa tidak menjenguk ?

LAKI-LAKI
Siapa yang meninggal ?

PEREMPUAN
Kakek.

LAKI-LAKI
Kakek ?

PEREMPUAN
Ya, tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.

LAKI-LAKI
Astagfirulahal’adzim. Ini pasti gara-gara Ajo Sidi.

SEMUA DIAM.

PIMPINAN PENTAS

Ternyata kita tidak bias lepas dari kenyataan. Hidup dan mati bukanlah milik kita. Kita di sini hanya mengembara dan kita semua akan kembali. Kematian memang menyedikan, tapi yangpiling menyedihkan jika kerja keras kita hasilnya sia-sia.

MUSIK BERGEMURUH.

WASSALAM
TAMAT

Catatan :
Cerita ini diambil dari sebuah cerpen " Robohnya Surau Kami " karya AA. Navis.

Monday, September 10, 2007

TALI KASIH YANG TERKOYAK


Cerita Pendek Hermana HMT

Pagi itu langit tak secerah hari-hari sebelumnya. Bagai sebuah brikade, gumpalan asap hitam sisa dari pembakaran rumah berarak tertiup angin mengitari pedusunan. Daerah yang pada mulanya penuh kedamaian dan sarat akan berbagai aktivitas kehidupan, namun pagi itu mendadak mati kutu, sunyi ditelan kerusuhan, kecemasan dan ketakutan para penduduknya.
Nan jauh di sana, di jalan setapak, di belakan iring-iringan para pengungsi seorang nenek dan seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun turut pergi menghindari kekacauan yang menimpa dusunnya. Menelusuri kehidupan baru yang belum jelas dapat menentukan arah nasibnya.
“ Nek, kita mau ke mana ?” Tanya sang anak.
“ Kita akan pergi jauh , di sini sudah tidak aman, “ jawab sang nenek.
“ Aku lapar, nek.”
“ Tahanlah barang sebentar. “
“ Nenek enggak bawa nasi, ya ? “
“ Nasi dari mana ? Bukankah rumah kita berserta isinya termasuk beras sudah habis terbakar.”
“ Kenapa orang jahat sama kita, ya Nek ? “
“ Entahlah. Nenek juga tidak mengerti.”
Wajah sang Nenek dan anak kecil itu semakin lusuh. Keringat semakin membasahi tubuhnya dan jarak perjalanan mereka dengan iring-iringan para pengungsi pun semakin jauh.
“ Nek, capek. “
“ Kita istirahat dulu di sini, nak,” mereka menghentikan langkah kakinya dan beristirahat.
Sepoi angin yang menerpa badan mengantarkan sang Nenek teringat lagi ke massa-massa indah bersama anak cucunya yang penuh kehangatan, pada rumahnya yang tertata rapi, pada kebun durian, pada kebun dukuh dan pohon-pohon pala yang sedang lebat berbuah. Namun kini, semua itu tinggalah kenang dan entah kapan akan kembali menjadi miliknya. “Tuhan, inikah yang namanya suratan takdir ? “ sang Nenek mengeluhkan nasibnya.
Anak kecil itu menatapnya. “ Takdir itu siapa, Nek ? Penjahat, ya ?”
“ Bukan. Takdir bukan sejinis mahluk hidup seperti kita.”
“ Jidi apa, Nek ? “
“ Takdir itu adalah suatu ketetapan.”
“ Suatu ketetapan… Apa itu, Nek ? “
“ Sesuatu…. ya sesuatu. Suatu yang tidak tampak, hanya bisa dirasakan dan hanya bisa dilihat buktinya. Salah satu contahnya orang meninggal dunia.”
“ Enggak ngerti, Nek.”
Sang Nenek berusaha menjelaskan. “ Takdir itu adalah… apa, ya? Eh.. Hukum… Bukan-bukan. Tapi kehendak Tuhan yang tidak bisa dihalang-halang lagi. Diantanya; semua orang pasti akan sehat, semua orang pasti akan sakit dan semua orang pasti akan mati. Mengerti ? “
“ Enggak.”
“ Nanti sudah gede kamu akan tahu dan mengerti sendiri. Bagaimana, sudah tidak capek lagi ? “
“ Enggak.”
“ Sekarang kita jalan lagi, ya.”
“ Masih jauh, Nek ? “
“ Masih.”
Kemudian sang Nenek bersama anak kecil itu melanjutkan lagi perjalanannya. Entah ke mana mereka akan menuju. Mungkinkah sama halnya dengan iring-iringan para pengungsi ? Samakin tidak tidak jelas, semakin tidak punya kepastian.
“ Nek, kita mau ke mana lagi ?
“ Mencari harapan baru, nak. “
“ Harapan itu apa ? “
“ Yang kita impikan. Seperti banyak harta, hidup senang, aman dan tentram.”
“ Sekarang kita kan orang miskin. Berarti kita tidak punya harapan, ya Nek? “
“ Harapan itu tetap ada, dukapun sama. Keduanya berjalan seiring. Seperti tubuh kita dengan beyangannya. “
“ Enggak ngerti lagi, Nek.
Sang Nenek tersenyum sambil mengelus-elus rambut si anak dengan tangan kanannya, dan pertanyaan pun terus bergulir dari mulut yang baru pintar bicara itu.
“ Nek, kenapa orang suka membunuh ? Seperti membunuh ayah dan ibuku.”
Sejenak sang Nenek termengu, “ kenapa ya ? Nenek pikir… karena… karena dalam diri mereka hanya ada marah dan dendam. Mereka itu sudah tidak punya tali kasih lagi. Tali kasih mereka sudah terkoyak. “
“ Talikasih itu apa, Nek ?”
“ Tali yang menyambungkan antara hati yang satu dengan yang lain, sehingga timbulah rasa cinta dan kasih sayang, tidak ada saling benci dan dendam. Seperti kamu dengan Nenek. Kamu sayang tidak sama Nenek ?”
“ Sayang.”
“ Kalau nenek pergi dan kamu ditinggal di sini mau tidak ?”
“ Enggak mau.”
“ Kamu akan sedih atau tidak jika nenek pergi tanpa membawa sertamu ?”
“ Sedih.”
“ Nah, seperti itulah kalau tali kasih sudah mengikat erat diantara hati yang satu dengan hati lainnya. Jangankan mau membunuh, ditinggal pergi saja sudah tidak mau dan akan bersedih hati. “ Sang Nenek tersenyum melihat cucunya yang melongok menatapnya,” pasti kamu tidak ngerti lagi, ya ?”
Si anak tersenyum, “ iya Nek ”
“ Mau mengerti ?”
“ Mau ! Mau, Nek.”
“ Dari sekarang kamu harus mempersiapkan badan, pikiran dan persan yang kamu miliki. Besarkan badanmu hingga dewasa, asah pikiranmu sampai tajam, lembutkan perasanmu sehalus sutra. Bergurulah pada orang-orang pintar dan alam semesta ini. Dengan pasti kamu akan tahu segalanya, termasuk pertanyaan-pertanyanmu itu dan kamu tidak akan melakukan tindakan bodoh yang sering dilakukan orang-orang. Paham ?”
“ Ya, Nek. Tapi… kayanya kita balik lagi, Nek. Ini kan pohon kering yang tadi kita lewati,” anak itu kebinguangan.
“Yang benar ? “ sang Nenek terkejut.
“ Betul, Nek. Tadi … ya, di sini aku duduk.”
“ Berarti kita kembali lagi ke tempat semula.”
“ Nek, aku takut.”
“ Tidak apa-apa. Tenang saja… Tapi, ke mana lagi kita harus berjalan.
“ Nek, pusing.”
“ Tahan, perjalanan kita masih jauh.”
Tubuh anak itu menggigil, “ aduh Nek, sakit.”
“ Paksakan tahan. Sebentar lagi matahari akan terbenam, kita jangan sampai kemalaman di sini.”
“ Tidak kuat lagi, Nek, ” lalu terkulai jatuh ke tanah.
Kecapaian dan kelaparan membuat ketahanan tubuh anak itu tidak setabil lagi. Akhirnya panas dingin yang tiba-tiba menyerang tubuhnya membuat dia pinsan di pangkuan sang Nenek. Dan perjalanan para pengungsi yang diikutinya tadi, kiranya sudah sangat jauh serta tak mungkin tersusul untuk dimintai tolong.

***

Thursday, September 6, 2007

TERKAPAR


T E R K A P A R
Monolog
Hermana HMT

PANGGUNG DIBUAT SEPERTI RUANG SEKAP RUMAH SAKIT JIWA. DI TENGAHNYA ADA LEVEL BERWARNA HITAM BERUKURAN EMPAT METER PERSEGI.
LAMPU PERLAHAN-LAHAN MENYALA. TIBA-TIBA SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA SEKITAR 60 TAHUN, BERKEPALA BOTAK, BERKACAMATA TEBAL DARI SALAH SATU SUDUT RUANGAN, BISA PULA DARI TEMPAT PENONTON, BERLARI MENGITARI LEVEL SEMBARI MEMBAWA KURSI LIPAT.
SEJENAK LAMPU PADAN DAN MENYALA KEMBALI MEMBENTUK LINGKARAN (ZOOM SPORT ) DI SUDUT KIRI DEPAN PANGGUNG. LALU LAKI-LAKI ITU MASUK KE DALAM LINGKARAN LAMPU, NGOMONG TAPI TIDAK JELAS APA YANG DIOMONGKANNYA.
DI SUDUT KANAN LAMPU MENYALA SAMA SEPERTI DI SUDUT KIRI PANGGUNG DAN LAKI-LAKI ITU BERLARI, MASUK PADA LINGKARAN LAMPU SEBELAH KANAN, NGOMONG TIDAK KERUAN SEPERTI TADI.
SEJENAK LAKI LAKI ITU BERDIAM DIRI. PANDANGAN LURUS KEDEPAN. KEMUDIAN SECEPAT KILAT IA TUTUP WAJAHNYA DENGAN KURSI LIPAT YANG DIBAWANYA, TETAPI SEBAGIAN WAJAHNYA MASIH KELIHATAN.
PERLAHAN-LAHAN IA MUNDUR KE TENGAH PANGGUNG. IA NAIK KE ATAS LEVEL DAN MELAKUKAN GERAKAN-GERAKAN SEPERTI SESEORANG SEDANG MELIHAT SESUATU DARI BALIK KURSI YANG MASIH DILIPAT. DIAM SEJENAK. KEMUDIAN KURSI LIPAT ITU SEGERA DI LETAKAN DI LANTAI BERHADAPAN DENGAN DIRINYA.
LAKI-LAKI ITU DUDUK DI KURSI. Kalian pasti tidak tahu apa yang aku lakukan ? Tentu. Jangankan kalian. Aku sendiri yang melakukannya tidak paham. Bingung, bukan ? Sama aku juga bingung. Ya, memang begitulah kondisi sekarang ini. Kita selalu berhadapan dengan persoalan yang membingungkan, bahkan tidak mengerti sama sekali. Begini salah, begitu salah. Ke sini kejedat, ke sana kejedot. Padahal kita harus memilih dan memastikan pilihan kita sendiri. Apa mau merah, kuning, hijau, biru, hitam atau yang lainnya. Namun semua itu tampak absurd. Jadi tidak tahu mana yang mesti dipilih. Maka ujung-ujungnya banyak orang yang asal pilih atau mungkin salah pilih. Tapi yang jelas, kebingungan itu jangan sampai dibiarkan begitu saja. Kalian sebagai penerus bangsa yang sangat berpotensi haruslah berusaha mengerahkan intelejensi kalian untuk mencari obat penawar kebingungan tersebut. Jangan seperti aku. Karena kebingungan itu terus dipelihara akhirnya aku tidak bisa hidup di dunia nyata. Aku selalu mengembara dari alam mimpi ke alam mimpi. Semalam misalnya. LAKI-LAKI ITU BERDIRI DAN MENGHADAPKAN KURSI KE PENONTON. Semalaman aku bermimpi aneh. Aneh sekali. Dalam mimpi itu aku berdiri di tengah-tengah lapangan yang sangat luas. Langit mendekat. Matahari seolah-olah berada berada di atas kepala. Sementara nan jauh di sana rohku dengan nyinyir menyaksikan tubuh sendiri terbakar gosong oleh sengatannya. Lalu dari berbagai arah wanita-wanita cantik tanpa berbusana sehelaipun bermunculan dan berkeliling mengitariku. Mereka menari. Tariannya sangat erotis. Mereka basahi tubuhku dengan minuman sejenis anggur dari gelas-gelas antik yang dibawanya. Tiba-tiba entah dari mana datangnya, kantong-kantong kresek beterbangan dan dari dalamnya ratusan bahkan mungkin ribuan bayi berloncatan. Dengan geraman yang sangat mengerikan bayi-bayi tersebut memburunya. Kuku-kukunya yang tajam serentak mencabik-cabik semua mulut dan perut wanita itu.
LAKI-LAKI ITU SEGERA NAIK KE ATAS KURSI.
Hei ! Jangan berlaku seperti itu. Kalian harus tahu terima kasih. Merekalah yang telah melahirkan kalian. Wanita-wanita itu sebenarnya manusia sejati. Merekalah yang memiliki segalanya ini. Dalam diri merekalah surga dan neraka itu berada. Cepat bersujud. Ciumi telapak kakinya apa bila kalian ingin selamat. Tapi bayi-bayi itu tidak peduli, bahkan mereka semakin geram. Setelah semua mulut dan perut wanita itu habis dihancurkan, vagina-vaginanya mereka tusuk-tusuk dengan alu dari besi panas 100 derajat cecius.
LAKI-LAKI ITU LONCAT DARI KURSI.
Hai ! Bagaimana kalian ini. Apa yang dulu dilakukan terhadap kalian, itu bukan kemauannya. Maafkanlah. Kehidupan yang telah menyeret mereka harus berbuat begitu. Mereka sebenarnya ingin kalian terselamatkan dari tuduhan anak haram, anak pembawa aib. Kalaulah yang dilakukannya membuat kalian menderita dan kalian balas dendam seperti yang dilakukan sekarang ini, kalian mesti tahu. Itu bukan kemauan mereka sendiri, tapi kehidupan ini dan bajingan-bajingan lelaki itupun harus bertanggungjawab.
HENING SEJENAK. WAJAH LAKI-LAKI ITU BERUBAH MENJADI SAYU, TAK BERSEMANGAT . KEMUDIAN IA DUDUK DI BIBIR LEVEL.
Esok harinya mimpi-mimpi itu telah menjadi hantu, yang tidak henti-henti membanyang di setiap kelopak mata, dan aku selalu bertanya. Siapa aku ? Dari mana aku ? Serta untuk apa aku berada di sini ?
LAKI-LAKI ITU MELANTUNKAN TEMBANG.
Aku mencari diriku sendiri
Ngalor ngidul tak ketemu-temu
SETELAH DIULANG BERKALI-KALI, TEMBANG BERHENTI.
Kalian tahu kenapa aku berada di sini ? Ceritanya panjang. Ya, panjang sekali. Tapi demi kalian akan kuciritakan semuanya. DIAM SEJENAK. Dulu aku pernah mendekam di lembaga permasyarakatan, karena di sinyalir kami melakukan pembakaran sebuah pemukiman rumah kumuh. Sialnya waktu itu aku tidak bisa mengelak sedikitpun terhadap apa yang dituduhkan, karena aku tidak punya pengacara yang handal. Jangankan pengacara yang ongkosnya mahal, pengacara yang sudah disediakan tidak tidak ada apa-apanya. Semua hanya rekayasa, bahkan tidak ada satu saksipun mau membelaku. Semua kesalahan dituduhkan kepadaku. Akhirnya aku dipenjarakan. Untung aku sudah terbiasa tidur hanya beralaskan koran atau hanya mengenakan kain sarung saja. Aku sudah bersahabat dengan angin malam dan cuaca buruk. Sudah terbiasa makan dibawah alakadarnya. Justru di sana ada suatu hal yang membuatku lebih beruntung. Kalian ingin tahu. DIAM SEJENAK. Aku tidak perlu susah payah mencari biaya untuk hidup, karena setiap pagi dan petang petugas penjara sudah menyediakan makanan. Aku tinggal makan saja walau masakannya tidak enak dan kurang mengandung gizi. Ada satu lagi keberuntunganku. Di sana aku menjadi pintar. Aku mendapat bimbingan dari para badit kelas kakap dan tahanan politik. Pelajaran dari mereka aku padukan menjadi satu, sehingga menjadi sebuah kekuatan yang maha dasyat. Teknik merampok, teknik memupuk kerusuhan dan teknik menggulingkan pemimpin-pemimpin besar.
TATAPAN MATA LAKI-LAKI ITU SEMAKIN GANAS.
Setelah aku bebas dari lembaga permasyarakatan itu, di luar sana aku lihat kemelaratan yang menimpa keturunan kawan-kawanku semakin meningkat. Aku teringat pada mendiang istri dan perjalanan hidupku. Rasa sakit hatiku terhadap sikap kesewenangan semakin memuncak. Maka tanpa berfikir panjang lagi aku gunakan strategi hasil gabungan para bandit dan politisi itu. Merampok sekaligus membakar rumah-rumah orang kaya yang sombong dan kikir, menyebarkan isu, menggulingkan pemimpin-pemimpin pongah menjadi pekerjaan tetapku. Itu aku lakukan dengan rapih, tanpa diketahui siapa dalangnya. Karena aku selalu bersembunyi di balik topeng kejujuran, pembela keadilan, dan terpenting aku selalu bersembunyi di balik pantat-pantat pembesar. DIAM SEJENAK. Hasil dari semua itu membuatku kaya raya, populer serta menempati salah satu posisi terpenting di negeri ini. Ada satu hasil kerjaku yang terbilang sukses. Kalian pasti masih ingat awal peristiwa besar yang memporak porandakan negeri ini. Nah, di situlah aku…. Tidak. Kayanya untuk masalah satu ini aku harus tutup mulut. Lain kali saja. Yang jelas kalian mesti ingat. Aku adalah hasil persenggamaan dua mahluk. Aku wujud yang masih memiliki hidup, dan sekarang aku menunggu kematian.
LAKI-LAKI ITU BERLARI KE BELAKANG, MENGAMBIL MEGAPHONE. NAIK KE ATAS KURSI DAN BERGAYA SEPERTI JURU KAMPANYE.
Sekarang aku berada di atas angin. BERPIDATO. Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, perkenankan saya berdiri dan bicara di hadapan saudara. DIAM SEJENAK. Saudara-saudara kita harus mawas diri. Dalam tubuh kita iblis-iblis banyak bersemayam, yang suatu sa’at akan mejerumuskan kita pada hal-hal yang berbau kemaksiatan. Maka sebagai penghuni bangsa yang katanya memiliki keluhuran budi pekerti lebih tinggi dari bangsa lain, kita-kita yang merasa dirasuki iblis-iblis itu cepatlah kembali kejalan yang diridhai Tuhan. Mari bangun negeri ini dengan semangat kerja yang tinggi serta punuh kesabaran, ketawakalan, tanpa kekerasan dan penindasan. Siapa lagi kalau bukan diri kita. Kita harus membebaskan diri sendiri dari ketergantungan kepada pihal lain dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Saya atas nama, demi stabilitas dan kelancaran negeri subur makmur aman tentram yang kita harap-harap. Tolonglah tekan emosi murni nurani kalian, agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya tidak sejalan dengan kami. Kami tahu, yang paling pokok kalian butuhkan hanyalah ini. MELEMPARKAN UANG RECEHAN / UANG LOGAN RATUSAN RUPIAH . Ambilah semua. Semuga kalian bisa tidur nyenyak. Makanlah sekenyang-kenyangnya agar kalian tidak berkicau lagi. TERTAWA TERBAHAK-BAHAK.
LAKI-LAKI ITU TERMENGU SEJENAK. RAUT WAJAHNYA MENJADI SAYU PENUH NADA KEPRIHATINAN.
Setiap aspek kehidupan ada di telunjukku. Tapi kala aku sedang di kerumuni bidadari-bidadari pilihan, wajah mendiang istriku selalu membayang di setiap sudut ruangan. Ia menangis tersedu-sedu. Apa lagi kala aku sendiri atau menjelang mau tidur. Bukan saja wajahnya yang membayang, tapi kata-kata luhur itupun ia bisikan lagi.
LAKI-LAKI ITU BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Bang. Lebih baik kita pilih saja hidup sederhana, agar hidup kita tentram.
LAKI-LAKI ITU MENJADI DIRINYA LAGI.
Ya, Amoy. Popularitas, kedudukan dan kekayaan menambah Abang semakin bingung. Abang tidak tahu siapa diri Abang sendiri.
TERDENGAR ALUNAN MUSIK CUKUP MEMILUKAN. LAKI-LAKI ITU MELANTUNKAN TEMBANG.
Aku mencari diriku sendiri
Ngalor ngidul tak ketemu-temu
TENGBANG DIULANG TIGA KALI.
TIBA-TIBA LAKI-LAKI ITU BERLARI KE SUDUT RUANGAN. KETIKA BERADA DI SUDUT DEPAN SEJENAK IA BERDIAM DIRI DAN PANDANGANNYA TERTUJU KE SUDUT ATAS.
Oh, waktu. Betapa cepat kau menggelinding. MUNDUR MENUJU TENGAH PANGGUNG. Kini telah senja lagi. Kalau senja tiba, dibalik terali jendela aku selalu termengu menekan kehampaan yang menyeruak dari setiap sel di sekujur tubuh, lalu meresap memenuhi kedalaman jiwa, dan berbaur dengan kegalauan yang terus mengitari batok kepala. Ingin rasanya aku merobohkan serambi-serambi yang telah dibangun dengan kokoh itu. Tapi dalam kesendirian ini kedua tanganku sulit sekali untuk digerakan. Aku hanya bisa menjerit menembus langit, berteriak pada bulan. Tuhan hanya milik sang penguasa. Tuhan kita sekarang adalah wujud kita, pikiran kita, perasan kita. Kitalah yang memiliki kasih sayang. Kasih dan sayang akan bersemayam di setiap wujud yang hidup, yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian, persahabatan dan persaudaraan. TERDENGAR SUARA TERIAKAN DARI LUAR. Terkutuk Kamu !
LAKI-LAKI ITU MENYUNGINGKAN SENYUMAN SINIS. Terkutuk? Aku terkutuk.
LAKI-LAKI ITU BENYANYI RIANG.
La la la la la, la
Aku terkutuk
La la la la la, la
Aku terkutuk,. Cesss
Bi.. biarin, hei
Bi.. biarin
Bi.. biarin, hei
Bi.. biarin, dut. KENTUT.
LAKI-LAKI ITU LONCAT DARI KURSI. DUDUK DI BIBIR LEVEL. MENCARI-CARI SESUATU DI SAKU BAJU DAN CELANA. MERASA SUDAH DITEMUKAN IA ROGOK DENGAN TANGANNYA. TAMPAKLAH GERETAN DAN PUNTUNG ROKOK KRETEK. DISULULUTNYA ROKOK ITU. SETELAH BEBERAPA KALI IA ISAP ROKO ITU IA BUANG SEMBARANGAN.
Sejak dalam kandungan sampai lahir aku sudah sarat dengan kutukan. Aku anak yang dibuang. Orang-orang menyebutku anak sampah, karena aku seolah-olah terlahir di sana, dari atas tumpukan sampah. Maka pantaslah aku menjadi manusia terkutuk. Manusia yang tidak dikehendaki kehadirannya di dunia ini. Tapi garis nasibku berkehendak lain. Aku harus tetap hidup dan menjadi saksi sejarah diri sendiri serta kecongkakan mahluk-mahluk yang dianggap paling mulia. SEPERTI TERSADARKAN. Sejarah ? Apa itu sejarah ? Puah ! Tai kucing dengan sejarah. Sejarah telah diputar balikan paktanya. Sejarah telah banyak menelan korban yang tidak berdosa. Sejarah telah membentuk manusia angkuh, sombong dan membuat mereka menjadi penindas kelas wahid. Maka aku yakin kalian pasti tahu siapa sebenarnya aku. Akulah salah satu korban dari kebengisan sejarah bangsa ini, dan mungkin suatu saat kalian akan menjadi sasaran berikutnya.
TERDENGAN LANTUNAN SERULING. LAKI-LAKI ITU SEJENAK MENIKMATINYA.
Itulah lantunan musik yang berasal dari salah satu propinsi di belahan negeri ini. Kata orang propinsi itu memiliki semboyan " subur makmur aman tentram ". Suatu semboyan yang sangat mulia. Bunyinya seperti mimpi-mimpiku ketika aku merasa hidup di surga. Moga-moga saja tidak berubah menjadi subur tapi habis segala-galanya. Aman tapi sering recok membecarakan kejelekan dan kelemahan bangsa serta kawan sendiri. Cekcok memperebutkan kedudukan dan tanah milik rakyat kecil. DIAM SEJENAK. Oh, ya. Lantunan musik itu juga mengingatkan ke masa umurku sekitar 18 sampai 20-an. Masa-masa yang paling indah, masa aku mulai serius mencari pasangan hidup. Kalau kalian hidup bersamaku di masa itu, pasti kalian ngiri atau menggelengkan kepala karena heran. Ya, kenapa tidak ? Betapa cantiknya calon istriku saat itu. Kalian tahu ? Pasti tidak. Edan ! Tidak seorang perepuan pun di kampung dia dapat menandingi kemolekannya. Bahkan kalau dia mengikuti kontes ratu kecantikan dengan pasti dia akan mengalahkan bintang-bintang iklan di dunia. DIAM SEJENAK. Dia memang wanita yang sangat sempurna. Selain cantik parasnya dia juga rajin sembahyang dan pintar mengaji. Cinta kami bersemi cukup mengasikan. Kami berdua tidak pernah berselisih paham. Si cantik itu sangat pengertian terhadap apa saja yang aku inginkan. Mungkin itulah tipe istri setia. Dia tidak pernah mengungkit-ungkit asal usul dan pekerjaanku. Jika aku membicarakan masa laluku yang suram itu dia suka marah. Omongnya begini.

BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Bang, Amoy mencintai jiwa dan raga, bukan mencintai sejarah Abang. Amoy tidak peduli Abang dari mana ? Anak siapa ? Terpenting, apakah Abang akan mencintai Amoy sepenuhnya ?
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Ketika aku menatap wajahnya kadang-kadang gejolak hati ini tidak bisa ditahan, hingga tak terasa aku suka ngomong sendiri. Perempuan ini sebenarnya peri dari mana? Demi aku ia mau meninggalkan kedua orang tuanya. Ia mau melupakan masa remaja bersama kawan-kawannya yang syarat dengan hura-hura dan limpahan materi. Bisakah aku membalas kebaikannya. Bisa langgengkah aku hidup bersamanya.
BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Abang jangan pandangi seperti itu, Amoy takut.
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Takut kenapa ? Memangnya wajah Abang ini mirip monster ?
BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Bukan. Tatapan Abang seperti tatapan perpisahan. Amoy takut Abang akan pergi jauh dan pacaran kembali dengan wanita lain.
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Edan ! Edan ! Orang secantik dia sampai takut kehilangan aku yang punya wajah di bawah pasaran seperti ini. Tidak sayang. Kamulah satu-satunya wanita yang Abang cintai. Abang bersumpah. Demi langit dan bumi Abang akan tetap hidup bersamamu sampai ajal menjemput kita.
BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Kalau begitu kapan Abang akan menikahi Amoy ? Cepatlah Bang agar Amoy tentram. Agar tidak canggung lagi terhadap Abang dan agar kita terhidar dari godaan setan dan fitnah. DIAM SEJENAK. Kenapa diam. Abang jangan khawatir terhadap orang tua Amoy yang tidak menyetujui hubungan kita. Sekarang Amoy tidak peduli lagi pada mereka. Mereka terlampau egois. Mereka butuhkan dari laki-laki Amoy bukanlah cinta kasih, tapi harta benda yang melimpah luah. Ayolah Bang mumpung Amoy masih punya simpanan uang dan mas, kita kan bisa kawin lari. Setelah itu Amoy akan lebih iklas lagi mau Abang bagaimanakan juga, karena Amoy telah sah menjadi milik Abang.
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Yes ! Yes ! Oh, betapa lega hatiku. Ternyata gadis itu benar-benar siap dan mau menyerahkan segalanya kepadaku. Akhirnya melalui wali hakim, di rumah kumuh yang bau dengan tumpukan sampah itu aku nikahi si cantik Amoy.
TERDENGAR SUARA BINATANG MALAM BERBAUR DENGAN LANTUNAN SERULING. LAKI-LAKI ITU MELIPAT KURSI DAN DIDEKAP OLEH KEDUA TANGAN DI PERUTNYA.
Selamat malam. Selamat tidur. Semoga kita bermimpi sepuas-puasnya sebelum setiap mimpi dirapatkan di gedung DPR/MPR. Semoga kita bermimpi seindah mungkin sebelum setiap mimpi terjerat pelaturan pemerintah dan pasal undang-undang KUHP. Tuhan yang dulu kita anggap Tuhan Esa, bersama masa depan yang kita harapkan juga berada di sana. Di alam mimpi masing-masing. Sampai jumpa besok, perjalanku masih panjang. Sekarang aku harus pergi. Ya, pergi mencari tema diri yang telah lama mengembara. Kalau ketemu Siti Nurbaya, Marsinah, Udin, kawan-kawan kita yang hilang dan Tuhan kalian, bilang ada salam dari aku. Aku kangen, begitu.
LANTUNAN SERULING TERDENGAR LAGI. LAKI-LAKI ITU NEMBANG. BERJALAN KE BELAKANG ARENA DAN MASIH TETAP MENDEKAP KURSI LIPAT.
Aku mencari diriku sendiri
Ngalor ngidul tak ketemu-temu
TENGBANG DIULANG TIGA KALI.
LAKI-LAKI ITU BERDIAM DIRI DI BELAKANG ARENA DAN MEMALINGKAN WAJAHNYA KE DEPAN.
Tujuh hari sudah kunikahi si cantik Amoy. Aku lihat bayi-bayi di atas tumpukan sampah berserakan. Aku lihat ibu-ibu berteriak menanyakan suami dan anak-anaknya yang rahib entah ke mana. Aku lihat diantara puing-puing perkantoran, pertokoan dan pemukiman itu tubuh manusia gosong terbakar. LAKI-LAKI ITU MEMBALIKAN BADAN DAN BERJALAN KE TENGAH ARENA. Di sana kawan-kawanku menadahkan tangan. Sorot matanya sangat tajam. Mereka mendongakan muka menatap birunya langit, memohon setetes harapan. Agar kediamannya tidak di gusur, agar kediamannya tidak di lalap api. LAKI-LAKI ITU MENJATUHKAN KURSI KE LANTAI. Tapi lagi-lagi Tuhan memberi cobaban atau mungkin tidak mau tahu. Api itu telah menjadi raja dari segala raja. Seketika ia melaju memporak porandakan segalanya. Rumah dan harapan mereka sekejap sirna. Dan…dan paling mengerikan istriku juga berada di sana. Istriku ? IA BERLARI KE SANA KE MARI SAMBIL MENYEBUT-NYEBUT ISTRINYA. LALU KEMBALI LAGI KE TENGAH ARENA. Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Istriku tidak terbakar di sana. Tidak! Tidak ! Tidak ! Tidaaaaaaaakkk. MENANGIS.
LAKI-LAKI ITU TERPURUK DI LANTAI.
Amoy belahan jiwa Abang sejati
Janganlah engkau bergegas pergi
Kita akan arungi bahteri cinta
Dengan kapal berjangkar kasih sayang
Amoy selimut hati kala sepi
Jangalah engkau undurkan diri
Kita akan merenda janji setia bersama
Penuh suka cinta tanpa duka
Tanpa merana karena kecewa
TIBA-TIBA IA BERDIRI. RAUT WAJAHNYA BERUBAH MENJADI GARANG.
Brengsek ! Bedebah ! Siapa sebenarnya yang terkutuk itu ? Siapa yang gila itu ? Siapa? Aku atau mereka ? DIAM SEJENAK. Aku ?… Apa, istriku ? Mereka menuduh aku dan istriku. Kamilah pembawa sial itu. Tidak ! Istriku tidak mungkin melakukan tindakan sebodoh itu. Dia jarang sekali menyalakan api keculai malam hari. Itupun cempornya kembali dimatikan kalau kami mau tidur. Kalau kebakaran itu disebabkan dari ledakan kompor, mustahil. Selama tujuh hari di rumah itu kami tidak pernah masak, karena kami belum punya perabotan rumah tangga. Kami makan dan minum selalu dari warung atau peberian tetangga jika istriku selesai mengajar ngaji. DIAM SEJENAK. Semua penduduk pemukiman rumah kumuh itu tahu dia adalah guru ngaji anak-anak mereka. Pembimbing yang selalu menunjukan mana yang baik, mana yang buruk. Tapi mereka tidak bisa memberikan kesaksian. Entah apa yang terjadi pada mulut mereka. Semua mendadak bisu. Apa karena istriku anak keturunan? Tidak ! Aku yakin hati mereka mengatakan bukan istriku yang melakukannya. Itu kurasakan ketika aku bertanya kepada mereka. Walau mulutnya tidak bisa bicara, tapi dari masing-masing kelopak matanya aku lihat linangan air membasahi wajah-wajah polos itu. Ternyata mulut mereka sudah terbelenggu oleh kekuasaan mayoritas yang mengatasnamakan demi keamanan dan ketertiban.
LAKI-LAKI ITU BERLARI KE SANA KE MARI MENYEBUT-NYEBUT ISTRINYA. KE LUAR SEJENAK MENGAMBIL KAIN PUTIH. MASUK KEMBALI DAN MENUTUPI KURSI LIPAT DENGAN KAIN SEPERTI MENUTUPI SESOSOK MAYAT.
MERATAP. Istriku mati. Maafkan Abang, Amoy. Ternyata Abang tidak bisa menjagamu. Tidurlah dengan tenang. Semoga kita bisa melanjutkan kisah kasih kita di alam sana. BERTERIAK SAMBIL MENANGIS. Tidak ! Kamu tidak boleh mati. Kita akan arungi bahtera hidup ini sama-sama. Lihatlah masih panjang jalan yang harus kita tempuh. Kita akan punya anak banyak. Kita pelihara dengan baik. Kita sekolahkan. Kalau bisa jangan tanggung-tanggung kita kirim mereka ke harvad University agar nanti menjadi pengusaha atau pemimpin dunia. Kamu kan ingin salah satu anak kita menjadi ulama. Kita sekolahkan anak yang paling gede ke Kairo, agar nanti menjadi ulama besar dan sekaligus dapat membimbing adik-adiknya jangan sampai terjerumus pada hal-hal yang berbau kemaksiatan, terutama merugikan rakyat dan negaranya. Jika semua telah berhasil kita dirikan sebuah kerajaan kecil dengan istana melebihi kemegahan istana negara atau gedung putih. Jangan ! Kita jangan berlebihan. Abang ingin anak kita cukup dua saja. Anak dan harta katanya titipan Tuhan. Untuk apa anak banyak, harta melimpah, tapi jiwa kita tidak tentram. Apalagi salah memeliharanya, kelak bisa jadi api neraka. Abang lebih suka yang serba sederhana. Makanya Abang mau memilih hidup bersamamu, karena kamu pasti sanggup hidup seperti itu. Kamu lain dari yang lain. DIAM SEJENAK. Sekarang kamu telah tiada. Kamu telah pergi selamanya. Amoy, Abang tahu hudup pada dasarnya menunggu kematian. Tapi kematian yang bagaimana yang kita harapkan? LAKI-LAKI ITU MARAH. Tidak ! Pokonya aku harus bertanggungjawab atas peristiwa itu. Demi kamu yang telah menjadi abu aku bersumpah. Sebelum orang-orang yang membakarmu menjadi abu pula aku tidak akan pernah hidup tentram. Hei! Jahanam-jahanam yang bersembunyi di balik kebesaran. Awas, tunggu pembalasanku.
LAKI-LAKI ITU TIBA-TIBA KEJANG-KEJANG. MULUTNYA MENGANGA, MATANYA MELOTOT DAN JATUH TERKULAI.

SELESAI

KAUS KAKI BOLONG


KAUS KAKI BOLONG
MONOLOG
Hermana HMT

PANGGUNG TERASA MAGIS. SUASANA DIBANGUN OLEH BUNYI ALAT MUSIK GESEK YANG DIPADU DENGAN SUARA ORANG-ORANG BERGUMAM.
DI TENGAH PANGGUNG TAMPAK SATU SOSOK TUBUH TERBARING KAKU, TERTUTUP KAIN BATIK SEPERTI MAYAT DAN DI BELAKANGNYA BERDIRI SEBUAH KURSI LIPAT.
( NGIGAU ) Ini bukan salahku ! Aku tidak tahu menahu soal itu. Sungguh ! Tidak. Tidak! Jangan pandangi aku seperti itu. Aku…aku.. ahhh !
LAKI-LAKI ITU BERDIRI. IA MENATAP KE SEGALA PENJURU, YANG MANA TIAP LIRIKANNYA CUKUP PELAN DAN MENGANDUNG MISTERI.
Kenapa kalian pandangi aku seperti itu ? Jangan asal, ya ! Memangnya aku ini apa ? Aku bukanlah barang antik yang suka di pajang di etalase-etalase, atau bintang film murahan koliksi para cukong, apalagi doger monyet yang sering ngamen di pasar malam ! Oh, barang kali kalian suka sama aku. Suka, ya ? Heh ! Tidak ? Ah suka. Jangan munafik deh. Tu kan…tu kan suka. ( MELUDAH ) Puah ! Tidak ! Kalian tidak pernah menyukaiku. Kalian tukang perah, penjilat, pembual besar. Kerjanya hanya memeras, bisanya menyalahkan setiap kebijakan yang sudah capek-capek dibikin orang, padahal kalian sendiri tidak becus memperbaiki atau menyusun kebijakan baru yang lebih ideal. Dasar beo, luh !
TERDENGAR MUSIK DRUMBAND. KEDUA MATA LAKI-LAKI ITU LARAK-LIRIK LIAR.
Apa kalian mendengar suara aneh di sini ?
BUNYI MUSIK ITU SEMAKIN TERDENGAR JELAS. LAKI-LAKI ITU SEMAKIN GELISAH DAN TERHANTUI. DENGAN RASA TAKUT IA GUNAKAN KAIN BATIK SEBAGAI PENUTUP TUBUHNYA SAMBIL BERULANG KALI BERUJAR ; Oh, tidak. Tidak ! Aku tidak pernah menyuruhnya. Betul ! Tanyakan saja pada mereka yang mengenal aku lebih jauh. DAN AKHIRNYA LAKI-LAKI ITU TERPURUK DI LANTAI.
MERASA SUDAH AMAN PERLAHAN-LAHAN DARI BALIK KAIN LAKI-LAKI ITU KELUAR DAN BERDIRI LAGI.
Hei ! Kuperingatkan sekali lagi, jangan pandangi aku seperti itu ! Apa salahku ? Untuk kali ini berilah ketenangan pada jiwaku. Tolonglah, bisa kan ? Aku sudah sangat lelah. Atau kalian sudah berkomplot dengan orang-orang di luar sana. Kalain bermaksud melenyapkan dan sekaligus merampok seluruh kekayaanku ? Please, kasihanilah aku. Aku sudah tidak punya apa-apa. Kalian tahu, bukan ? Semuanya sudah mereka rampas, ingin apa lagi. Yang kumiliki sekarang tinggalah pakaian ini, pikiran dan perasan yang sama sekali sudah tak berarti lagi begi kalian. Sekarang aku tidak lebih dari seonggok sampah murahan. Ya aku sampah. Aku sampah. Sampah. Sampah. Sampaaaaaaaahhh! TERPURUK LAGI DI LANTAI.
LAKI-LAKI ITU PERLAHAN BERDIRI, LALU BERPUTAR MENGITARI KURSI SAMBIL MELANTUNKAN TEMBANG DI BAWAH INI.
Harapan itu ada, duka pun sama
Membayang tidak untuk hari ini saja
Berarak mengiringi ayunan langkah
Gapailah semua yang ada dengan jemari tangan yang lembut
Sebelum bunga rampai menghiasi tanah merah
Sebab sesal tak akan menjadi juru selamat
LAKI-LAKI ITU SEJENAK MENARIK NAFAS.
Selamat malam. Terima kasih kalian telah memberi kesempatan padaku untuk bermimpi lagi. Maaf, aku tadi terlampau emosional. Aku juga merasa aneh, belakangan ini kadar emosiku sulit sekali dikendalikan. Tapi memang begitulah aku. Sekali lagi maafkan aku. Aku lupa, sesungguhnya kalian tidak sama dengan mereka. Kalian sangat baik dan memiliki rasa belas kasih cukup tinggi. Pandangan kalian sebenarnya ingin menghiburku, bukan ? Tapi rupanya ganjalan besar itu telah mengekang kemurnian hati kalian, sehingga membuat keraguan yang sangat akut dan kalian merasa kesulitan untuk berbuat lebih. Ya, aku tahu kalian takut karena orang-orang di luar sana berhasrat memancungku. Tidak apa-apa. Takutlah. Takut adalah bagian dari keselamatan. Berkomplotlah bersama mereka, selamatkan diri dan jagalah keluarga. Lupakan aku. Tengah malam nanti kegagalanku dalam mengukir perjalanan hidup ini akan sampai pada puncaknya. Simpanlah keharuan itu dalam buku sejarah, sebagai bahan kejian anak cucu kalian kelak. Tebarkan harum bunga kasih pada jiwa-jiwanya. Jika sempat, bisikan pada telinga mereka ; cintailah bangsa dan negeri ini dengan ketulusan.
LAKI-LAKI ITU MELIHAT PADA SATU SUDUT RUANGAN.
Hei, yang di sana ! Kenapa kamu membalikan wajah ? Ini jaman keterbukaan, bung. Tunjukan kesejatian wajahmu. Jika merasa tersinggung atau tidak suka, aku kan sudah mengatakan. Maaf kecurigaanku terlampau berlebihan. Harap maklum, karena selama ini banyak hantu gentayangan mengitariku. Sudah ya, jangan ribut dan jangan ganggu lagi. Aku mau tidur.
LAKI-LAKI ITU MENGAMBIL KAIN BATIK DAN MEMBARINGKAN TUBUHNYA DI LANTAI. SAMBIL DITUTUPI KAIN IA TIDURAN. TAPI TIDAK LAMA KEMUDIAN SAYUP-SAYUP TERDENGAR SEORANG ANAK PEREMPUN MELANTUNKAN LAGU DI BAWAH INI.
Lihatlah mentari setiap pagi
Cahyanya nan gemilang penuh arti
Menuntun bernyanyi, mengajak menari
Ceria, gembira slamanya
LAKI-LAKI ITU BANGKIT, MENCARI SUMBER SUARA SAMBIL TURUT BERNYANYI.
Nur ! Nur ! Kaukah itu ? Nur, di mana kau ? Rani ! Rani kau di mana? Aku kangen. Aku merindukanmu ( DIAM SEJENAK ) Aku dengar suaranya ada di sekitar ini. Kemana, ya ? Apa sudah pergi lagi. Aku kira… tapi barusan siapa ? Astaga ! Jam barapa dan hari apa sekarang ? Oh Tuhan. Ternyata aku telalu lama tidur di sini. Tidak ! Tidak ! Aku sempat bangun, sempat bersendagurau bersamanya dan mendengarkan dia melantunkan tembang kebebasan. ( DIAM SEJENAK DAN MENCARI LAGI ) Nur ! Rani ! Nurani ! Tidak ada. Nuraniku betul-betul sudah pergi jauh. Aku tidak punya nurani lagi. Nuraniku hilang. (SEDIH) Pergilah kau, bernyanyi dan menarilah. Benamkan cemas dan dendam bersama kecewamu, biarlah membusuk selamanya di sana. Dengan pasti langit akan tetap menjadi payung dan bumi sebagai penyangga jiwa sejatimu.
LAKI-LAKI ITU MELIHAT PADA KURSI. IA BERPUTAR, MENGITARINYA, LALU BERHENTI DAN DUDUK DI KURSI TERSEBUT. TIBA-TIBA BERSAMA KURSI ITU IA TERJATUH. IA BANGUN, MEMBETULKAN KURSI DAN MENDUDUKINYA, TAPI BERSAMA KURSINYA IA KEMBALI JATUH. KETIGA KALINYA HAL YANG SAMA TERJADI.
Awas ! Sekali lagi menjatuhkanku, kuhajar kau !
LAKI-LAKI ITU DUDUK LAGI DI KURSI. TERNYATA SANG KURSI PATUH PADA PERINTAHNYA DAN LAKI-LAKI ITUPUN BERBANGGA DIRI. BERLAGA SEPERTI BOS, TUMPANG KAKI SAMBIL BERSIUL. TAPI TIDAK LAMA KEMUDIAN BERSAMA KURSI TERSEBUT IA JATUH LAGI.
KINI IA MARAH BENAR. KURSI YANG TERGELETAK IA TENDANG TAPI TIDAK KENA, BAHKAN MEMBUAT DIRINYA HILANG KESEIMBANGAN DAN TERJATUH. IA SEMAKIN BERNAPSU. BAGAI MACAN IA TERKAM KURSI ITU. BAGAI MEMILIKI NYAWA KURSI PUN MENGAUM DAN TANPA DIDUGA-DUGA SANG KURSI BERNASU BERKELAHI DENGAN LAKI-LAKI ITU. TETAPI AKHIRNYA KURSI ITU TERLEMPAR JAUH.
Sebenarnya aku tidak bercita-cita ingin jadi pemimpin ataupun pengusaha. Terus terang saja aku tidak lebih dari seekor keledai dungu. Jelasnya aku tidak sedikit pun memiliki kemampuan di bidang itu. Sejak kecil hingga menjelang dewasa tekad hatiku sudah bulat. Aku ingin mengabdi pada bangsa dan negeri ini lewat propesi guru. Sungguh, aku ingin menjadi guru. Tapi ayahku selalu melarang keras.
LAKI-LAKI ITU MALAKUKAN GERAKAN - GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU MERUBAH DIRI MENJADI BAPAK.
Anakku. Menjadi guru sulit mencari peluang untuk memperkaya diri. Ayah kira bukan sulit, tapi tidak akan pernah kaya. Apa lagi guru sekolah dasar di pedesaan. Gajinya kecil. Bukan kecil, tapi sangat memprihatinkan. Daripada mendapatkan kesenangan, malahan kamu akan bulan-bulanan menjadi boneka kurikulum pendidikan yang sampai detik ini belum jelas arahannya.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Ayah, tugas seorang guru sangat mulia. Bukan begitu ? Dan bagi anakmu ini harta bukanlah hal yang paling pokok. Yang aku cari dan aku kagumi adalah kemuliaan hidupnya.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU MERUBAH DIRI MENJADI BAPAK.
( KETAWA ) Kamu masih bau kencur, nak. Tahu apa tentang kemuliaan hidup ? Belum saatnya kamu bicara soal itu. Tidak ! Apa pun alasannya dan sampai kapanpun ayah tidak akan pernah mengampuni juga menganggapmu anak jika kamu berisi keras ingin menjadi guru. Kamu harus menjadi tentara. Masuklah AKABRI biar jadi perwira tinggi. Minimalnya berpangkat Letjen. Atau kamu masuk ke sekolah pemerintahan dalam negeri, setidaknya kamu bisa menjadi camat sudah lumayan. Atau kamu sekolah bisnis di Amerika agar jadi pengusaha tangguh. Camkan sama kamu ! Di tentara penghargaan atas segala jasa-jasa yang pernah dilakukan sangat nyata. Tidak seperti guru. Tanpa tanda jasa.
LAKI-LAKI ITU KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Itulah kemuliaan seorang guru ayah.
LAKI-LAKI ITU KEMBALI MENJADI BAPAK.
Kemuliaan. kemuliaan apa ? Tai kucing. Sampai kapan kemuliaan itu bisa menyambung hidup istri dan anak cucumu ? Anaku, sejak manusia pertama diciptakan, Tuhan telah memberikan kemuluiaan pada kita lebih dari mahluk lainnya. Jadi apa perlunya gelar itu kamu raih kembali. Yang kita perlukan sekarang adalah harta dan kedudukan tinggi setinggi-tingginya. Tidak sekedar hayalan. Jika kita telah menggenggam semuannya dengan sukses, yang kamu cita-citakan dengan sendirinya akan terpenuhi termasuk kemuliaan yang tidak hentinya kamu igaukan itu.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU KEMBALI MENJADI DIRINYA. SEJENAK IA TERMENGU.
Ayahku memang suka sekali memaksakan kehendak, istriku, juga kerabat dekatku. Sementara aku sendiri selalu tak berdaya dibuatnya. Sunguh. Seperti halnya menjadi pemimpin negeri ini. Aku sebenarnya….. ( KESAL ) Ah ! Mereka terus memaksaku hingga aku tidak bisa menolak untuk tidak duduk di kursi yang sudah mereka rancang sedemikian rupa itu. (MENJATUHKAN DIRI) Oh, ternyata empuk. Enak gila. Keempukannya telah menawarkan kemungkinan-kemungkinan yang sangat menjanjikan akan segala harapan segera tercapai. Demi Tuhan. Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun ke tahun kersi itu telah mengantarkan pada perubahan kepribadianku yang sangat lain dari kebiasaan sebelumnya. Sifat penakutku yang pada mulanya membayangi ke mana pun melangkah, sangat tak terasa berangsur surut dan berubah menjadi sebuah keberanian bahkan sampai mampu menakut-nakuti siapa pun. Kursi itu membuatku betul-betul betah hidup di dunia. Sampai detik ini aku tidak ingin kehilangan, apa lagi di duduki orang lain. Jiwaku sudah melekat dengannya dan kasihnya selalu mendorong libidoku agar terus bergairah hingga sampai pada puncak orgasme yang nikmatnya tidak dapat dikalahkan oleh goyangan pinggul bidadari- bidadari yang pernah kusetubuhi. LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN EROTIS, SEPERTI SEDANG MELAKUKAN HUBUNGAN INTIM.
( TERTAWA ) Ya ! Kini aku tidak lagi keledai dungu, akulah Kaligula, akulah Puntila dan akulah si keji Hitler ; Musnakan mereka dari segala pekerjaannya dan masukan mereka ke penjara bawah tanah. Kurung mereka di tempat itu dan biarkan mereka mati sebagai pembalasan yang setimpal atas kejahatannya. Jika rakyat tidak siap berjuang demi kelangsungan hidupnya terpaksa mereka harus dilenyapkan. Penggalah kepala siapa saja yang berdosa kepada negara sekalipun mereka anak istri kita sendiri. Jadikanlah mereka tontonan bagi orang-orang yang sangat haus akan hiburan segar di televisi. Kita arak mereka seperti halnya mempertontonkan binatang buas yang taring dan kuku-kukunya telah dicopoti. Jika perlu bangkainnya kita jadikan umpan untuk memancing atau kita masukan ke dalam tungku dan abunya kita jadikan kofi. Kofi rasa mayat. Kemudian kita hidangkan tepat pada hari perayaan kemenangan.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN–GERAKAN SEPERTI HARIMAU ATAU BINATANG BUAS LAINNYA. IA AMBIL BENTAL YANG SUDAH KUMAL DI SALAH SATU SUDUT RUANGAN DAN DETIK ITU PULA DIHANCURKAN OLEH GIGITAN GIGINYA. KEMUDIAN IA AMBIL KAIN BATIK DAN DIPUKULKANNYA KE LANTAI.
Puah ! Matilah kau ! Matilah sahabatku ! Matilah ayahku ! Matilah istriku ! Matilah anakku ! Matilah anakku ! LAKI-LAKI ITU MENANGIS PILU DAN TERPURUK DI LANTAI.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR LANTUNAN LAGU SEPERTI DI BAWAH INI. MEMILUKAN.
Sunyi
Senyap
Tak ada lagi kasih
Tak ada lagi sayang
Semuanya berlalu begitu cepat
Bersemayam dalam mimpi
Dengan hari tanpa siang, tanpa malam
Sendiri
MASIH DALAM KESEDIHAN LAKI-LAKI ITU BERDIRI.
Sekarang tak satupun diantara kursi-kursi itu mau bersahabat denganku. Bahkan kerabat dekat beserta sebagian besar anggota parlemen yang pernah kuberi kelayakan hidup, agar terus mau menjaga kursi kebesaranku juga turut mencibir dan meludahiku dengan dahak paling kental seperti aku lakukan pada penghianat-penghianat yang telah mendahului menemukan kebebasannya di alam baka sana.
( MARAH ) Dasar tak tahu diri. Jahanam ! Kutu busuk ! Ya. Ayahku jahanam, istriku kutu busuk. Penjahat ! Penghianat ! Aku penjahat, mereka penghianat. Anakku…. Anakku satu-satunya, mutiara bangsa ini telah menjadi korban kejahatan dan kebusukan hati kami. Nur… Nurani, maafkan ayah nak. Kamu benar, kamu juga menang. Betul, ayah tak ubahnya seperti kaus kaki bolong yang tampak indah jika diselimuti sepatu yang mengkilap. Dan kini kutukamu menjadi kenyataan. Ayah telah kehilangan segala-galanya termasuk sepatu yang menyelimuti kaus kaki bolong itu. Ayah betul-betul terasing. Jalan - jalan, gang - gang seketika menjadi buntu. Pintu-pintu, jendela – jendela semua tertutup rapat. Sekarang ayah hanya bisa terpaku di sini, dalam kesunyian yang mencekam.
( TERDENGAR BUNYI BEL ) Bel terakhir telah tiba. Sebentar lagi mereka datang menjemputku. Selamat tinggal tembok-tembok bisu. Selamat tinggal mentari, selamat tinggal rembulan. Selamat tinggal kenangan. Kini tiba saatnya aku menggayuh sampan, menempuh hidup baru yang pasti. Sendiri. Tak bisa lagi merindu, tak bisa lagi berharap. Nurani pelita hatiku, damailah kau di sana. Bergembiralah walau kau tak sempat menyaksikan kenyataan hidup hari ini. Mimpimu sudah berangsur menjadi kenyataan. Senyumlah, sebentar lagi ayah akan datang menyusulmu. Kita akan dendangkan tembang kebebasan dan menari bersama lagi. Ya, menari. Menarilah anakku, menarilah, menarilah.
LAKI-LAKI ITU MENARI. LALU MEBARINGKAN TUBUHNYA DAN MELANTUNKAN TEMBANG TANPA KATA-KATA.
SESEORANG MENUTUP TUBUH LAKI-LAKI ITU DENGAN KAIN BATIK PERSIS SEPERTI ADEGAN AWAL.

SELESAI

Wednesday, September 5, 2007

KONSEP TEATER- BY HERMANA HMT

Seni teater pada dasarnya merupakan hasil dari sebuah proses yang berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan pikiran dan mental spritual masyarakat di lingkungan teater itu sendiri. Proses perkembangan teater ini merupakan hasil tarik menarik sebuah alkuturasi dari berbagai komponen yang kompleks. Sebuah karya teater terbentuk karena di dalamnya memiliki dimensi dan esensi yang lebih dalam. Imajinasi dan kreativitas manusia menjadikan seni itu memiliki nilai, sehingga dapat diapresiasi / dinikmati oleh masyarakat luas.
Imajinasi dan kreativitas kitalah yang akan membuka pintu menuju kemajuan, menuju produk baru dan pelayanan baru, menuju pasar dunia yang baru, menuju cara komunikasi yang baru, menuju cara-cara baru melestarikan lingkungan dan sumber daya alam kita. Imajinasi dan kreativitas kitalah yang akan menghadirkan hal-hal yang lebih indah, lebih berirama.
Ruang dalam teater adalah ruang tempat manusia membaca tanda-tanda kehidupan, baik kehidupan di masa lampau, sekarang atau yang akan datang, sebuah ruang di mana bisa berfungsi pula sebagai cerminan kehidupan. Karena selain media pengungkapan pikiran dan perasaan teater pun tak ubahnya kehidupan itu sendiri atau bisa disebut pula miniatur kehidupan yang mewujud dalam cipta dan karsa manusia di atas pentas, yang syarat akan simbol dan makna.
Pewujudan kehidupan dalam teater tentu tidaklah sekedar ingin mewujud dan setelah itu selesai. Namun perwujadannya mesti melahirkan harapan-harapan yang bisa memberikan spirit pada kehidupan manusia. Setidaknya memberikan perenungan, kecerdasan dan keindahan artistik dari gagasan-gagasan yang ditawarkan.
Pada setiap proses garapan teater, kami sering kali mengusung gagasan yang tidak mengacu pada gaya pemanggugan realisme Stnaslavsky, tetapi lebih berpijak pada spirit teater tradisonal ( Longser ) dan Teater epis Brecht. Spirit itu merupakan dasar pijakan, yang kemudian dikembangkan dengan gaya dan pengalaman yang dimiliki sehingga menjadi "gagasan baru" yang mewujud dalam "betuk baru", dan kami menyebutnya dengan sebutan Teater Sabrehna.
Sabrehna diambil dari bahasa Sunda yang artinya seadanya, senyatanya. Sabrehna dalam teater kami adalah konsep teater yang tercipta dari hasil percampuran berbagai konsepsi teater yang sudah ada, kemudian diramu kembali dengan hasil penemuan-penemuan sendiri dari pengalaman selama berproses, hingga terlahir satu bentuk teater yang tidak dikatagorikan lagi sebagai penganut mazhab tertentu (Stanislavky-an, Brecht-an, grotovsky-an atau Artaud-an dan lainnya lagi). Sabrehna (senyatanya) apa yang dilihat, sabrehna (senyatanya) apa yang di pikirkan, sabrehna (senyatanya) apa yang dirasakan dan sabrehna (senyatanya) apa yang digerakan, dalam koridor penuh kesadaran tanpa mengesampikan etika dan kekuatan estetik sebagai pertanggungjawaban kepada publik. Perlakuan seperti itu dilakukan bukan berarti menyepelekan mazhab-mazhab teater yang sudah ada, tapi lebih pada kekhawatiran kami terjebak dalam pergulatan mazhab. Juga pertibangan akan tidak bisa sepenuhnya mengikuti metode mereka, realis tidak bisa seutuhnya realisme, Artaud tidak seutuhnya Artaud, Brecht tidak seutuhnya Brecht. Adapun spirit Brecht dijadikan acuan dasar, ini lebih karena konsep Brecht memiliki keunikan yang hampir sama dengan spirit Longser yang akrab dengan kehidupan kami. Kalaulah boleh, kami katakan keunikan Longser dengan istilah "main-main dalam bermain, tapi tidak main-main" atau "bermain-main dalam kesungguhan, bersungguh-sungguh dalam bermain". Artinya ada kesungguhan atau kesangupan bahwa sang pemain sedang bermain dan adanya kesadaran untuk berkomunikasi dengan publik. Terakhir, besar harapan konsep ini menjadi wacana lokal yang mampu menembus dunia global.