Thursday, September 6, 2007

TERKAPAR


T E R K A P A R
Monolog
Hermana HMT

PANGGUNG DIBUAT SEPERTI RUANG SEKAP RUMAH SAKIT JIWA. DI TENGAHNYA ADA LEVEL BERWARNA HITAM BERUKURAN EMPAT METER PERSEGI.
LAMPU PERLAHAN-LAHAN MENYALA. TIBA-TIBA SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA SEKITAR 60 TAHUN, BERKEPALA BOTAK, BERKACAMATA TEBAL DARI SALAH SATU SUDUT RUANGAN, BISA PULA DARI TEMPAT PENONTON, BERLARI MENGITARI LEVEL SEMBARI MEMBAWA KURSI LIPAT.
SEJENAK LAMPU PADAN DAN MENYALA KEMBALI MEMBENTUK LINGKARAN (ZOOM SPORT ) DI SUDUT KIRI DEPAN PANGGUNG. LALU LAKI-LAKI ITU MASUK KE DALAM LINGKARAN LAMPU, NGOMONG TAPI TIDAK JELAS APA YANG DIOMONGKANNYA.
DI SUDUT KANAN LAMPU MENYALA SAMA SEPERTI DI SUDUT KIRI PANGGUNG DAN LAKI-LAKI ITU BERLARI, MASUK PADA LINGKARAN LAMPU SEBELAH KANAN, NGOMONG TIDAK KERUAN SEPERTI TADI.
SEJENAK LAKI LAKI ITU BERDIAM DIRI. PANDANGAN LURUS KEDEPAN. KEMUDIAN SECEPAT KILAT IA TUTUP WAJAHNYA DENGAN KURSI LIPAT YANG DIBAWANYA, TETAPI SEBAGIAN WAJAHNYA MASIH KELIHATAN.
PERLAHAN-LAHAN IA MUNDUR KE TENGAH PANGGUNG. IA NAIK KE ATAS LEVEL DAN MELAKUKAN GERAKAN-GERAKAN SEPERTI SESEORANG SEDANG MELIHAT SESUATU DARI BALIK KURSI YANG MASIH DILIPAT. DIAM SEJENAK. KEMUDIAN KURSI LIPAT ITU SEGERA DI LETAKAN DI LANTAI BERHADAPAN DENGAN DIRINYA.
LAKI-LAKI ITU DUDUK DI KURSI. Kalian pasti tidak tahu apa yang aku lakukan ? Tentu. Jangankan kalian. Aku sendiri yang melakukannya tidak paham. Bingung, bukan ? Sama aku juga bingung. Ya, memang begitulah kondisi sekarang ini. Kita selalu berhadapan dengan persoalan yang membingungkan, bahkan tidak mengerti sama sekali. Begini salah, begitu salah. Ke sini kejedat, ke sana kejedot. Padahal kita harus memilih dan memastikan pilihan kita sendiri. Apa mau merah, kuning, hijau, biru, hitam atau yang lainnya. Namun semua itu tampak absurd. Jadi tidak tahu mana yang mesti dipilih. Maka ujung-ujungnya banyak orang yang asal pilih atau mungkin salah pilih. Tapi yang jelas, kebingungan itu jangan sampai dibiarkan begitu saja. Kalian sebagai penerus bangsa yang sangat berpotensi haruslah berusaha mengerahkan intelejensi kalian untuk mencari obat penawar kebingungan tersebut. Jangan seperti aku. Karena kebingungan itu terus dipelihara akhirnya aku tidak bisa hidup di dunia nyata. Aku selalu mengembara dari alam mimpi ke alam mimpi. Semalam misalnya. LAKI-LAKI ITU BERDIRI DAN MENGHADAPKAN KURSI KE PENONTON. Semalaman aku bermimpi aneh. Aneh sekali. Dalam mimpi itu aku berdiri di tengah-tengah lapangan yang sangat luas. Langit mendekat. Matahari seolah-olah berada berada di atas kepala. Sementara nan jauh di sana rohku dengan nyinyir menyaksikan tubuh sendiri terbakar gosong oleh sengatannya. Lalu dari berbagai arah wanita-wanita cantik tanpa berbusana sehelaipun bermunculan dan berkeliling mengitariku. Mereka menari. Tariannya sangat erotis. Mereka basahi tubuhku dengan minuman sejenis anggur dari gelas-gelas antik yang dibawanya. Tiba-tiba entah dari mana datangnya, kantong-kantong kresek beterbangan dan dari dalamnya ratusan bahkan mungkin ribuan bayi berloncatan. Dengan geraman yang sangat mengerikan bayi-bayi tersebut memburunya. Kuku-kukunya yang tajam serentak mencabik-cabik semua mulut dan perut wanita itu.
LAKI-LAKI ITU SEGERA NAIK KE ATAS KURSI.
Hei ! Jangan berlaku seperti itu. Kalian harus tahu terima kasih. Merekalah yang telah melahirkan kalian. Wanita-wanita itu sebenarnya manusia sejati. Merekalah yang memiliki segalanya ini. Dalam diri merekalah surga dan neraka itu berada. Cepat bersujud. Ciumi telapak kakinya apa bila kalian ingin selamat. Tapi bayi-bayi itu tidak peduli, bahkan mereka semakin geram. Setelah semua mulut dan perut wanita itu habis dihancurkan, vagina-vaginanya mereka tusuk-tusuk dengan alu dari besi panas 100 derajat cecius.
LAKI-LAKI ITU LONCAT DARI KURSI.
Hai ! Bagaimana kalian ini. Apa yang dulu dilakukan terhadap kalian, itu bukan kemauannya. Maafkanlah. Kehidupan yang telah menyeret mereka harus berbuat begitu. Mereka sebenarnya ingin kalian terselamatkan dari tuduhan anak haram, anak pembawa aib. Kalaulah yang dilakukannya membuat kalian menderita dan kalian balas dendam seperti yang dilakukan sekarang ini, kalian mesti tahu. Itu bukan kemauan mereka sendiri, tapi kehidupan ini dan bajingan-bajingan lelaki itupun harus bertanggungjawab.
HENING SEJENAK. WAJAH LAKI-LAKI ITU BERUBAH MENJADI SAYU, TAK BERSEMANGAT . KEMUDIAN IA DUDUK DI BIBIR LEVEL.
Esok harinya mimpi-mimpi itu telah menjadi hantu, yang tidak henti-henti membanyang di setiap kelopak mata, dan aku selalu bertanya. Siapa aku ? Dari mana aku ? Serta untuk apa aku berada di sini ?
LAKI-LAKI ITU MELANTUNKAN TEMBANG.
Aku mencari diriku sendiri
Ngalor ngidul tak ketemu-temu
SETELAH DIULANG BERKALI-KALI, TEMBANG BERHENTI.
Kalian tahu kenapa aku berada di sini ? Ceritanya panjang. Ya, panjang sekali. Tapi demi kalian akan kuciritakan semuanya. DIAM SEJENAK. Dulu aku pernah mendekam di lembaga permasyarakatan, karena di sinyalir kami melakukan pembakaran sebuah pemukiman rumah kumuh. Sialnya waktu itu aku tidak bisa mengelak sedikitpun terhadap apa yang dituduhkan, karena aku tidak punya pengacara yang handal. Jangankan pengacara yang ongkosnya mahal, pengacara yang sudah disediakan tidak tidak ada apa-apanya. Semua hanya rekayasa, bahkan tidak ada satu saksipun mau membelaku. Semua kesalahan dituduhkan kepadaku. Akhirnya aku dipenjarakan. Untung aku sudah terbiasa tidur hanya beralaskan koran atau hanya mengenakan kain sarung saja. Aku sudah bersahabat dengan angin malam dan cuaca buruk. Sudah terbiasa makan dibawah alakadarnya. Justru di sana ada suatu hal yang membuatku lebih beruntung. Kalian ingin tahu. DIAM SEJENAK. Aku tidak perlu susah payah mencari biaya untuk hidup, karena setiap pagi dan petang petugas penjara sudah menyediakan makanan. Aku tinggal makan saja walau masakannya tidak enak dan kurang mengandung gizi. Ada satu lagi keberuntunganku. Di sana aku menjadi pintar. Aku mendapat bimbingan dari para badit kelas kakap dan tahanan politik. Pelajaran dari mereka aku padukan menjadi satu, sehingga menjadi sebuah kekuatan yang maha dasyat. Teknik merampok, teknik memupuk kerusuhan dan teknik menggulingkan pemimpin-pemimpin besar.
TATAPAN MATA LAKI-LAKI ITU SEMAKIN GANAS.
Setelah aku bebas dari lembaga permasyarakatan itu, di luar sana aku lihat kemelaratan yang menimpa keturunan kawan-kawanku semakin meningkat. Aku teringat pada mendiang istri dan perjalanan hidupku. Rasa sakit hatiku terhadap sikap kesewenangan semakin memuncak. Maka tanpa berfikir panjang lagi aku gunakan strategi hasil gabungan para bandit dan politisi itu. Merampok sekaligus membakar rumah-rumah orang kaya yang sombong dan kikir, menyebarkan isu, menggulingkan pemimpin-pemimpin pongah menjadi pekerjaan tetapku. Itu aku lakukan dengan rapih, tanpa diketahui siapa dalangnya. Karena aku selalu bersembunyi di balik topeng kejujuran, pembela keadilan, dan terpenting aku selalu bersembunyi di balik pantat-pantat pembesar. DIAM SEJENAK. Hasil dari semua itu membuatku kaya raya, populer serta menempati salah satu posisi terpenting di negeri ini. Ada satu hasil kerjaku yang terbilang sukses. Kalian pasti masih ingat awal peristiwa besar yang memporak porandakan negeri ini. Nah, di situlah aku…. Tidak. Kayanya untuk masalah satu ini aku harus tutup mulut. Lain kali saja. Yang jelas kalian mesti ingat. Aku adalah hasil persenggamaan dua mahluk. Aku wujud yang masih memiliki hidup, dan sekarang aku menunggu kematian.
LAKI-LAKI ITU BERLARI KE BELAKANG, MENGAMBIL MEGAPHONE. NAIK KE ATAS KURSI DAN BERGAYA SEPERTI JURU KAMPANYE.
Sekarang aku berada di atas angin. BERPIDATO. Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, perkenankan saya berdiri dan bicara di hadapan saudara. DIAM SEJENAK. Saudara-saudara kita harus mawas diri. Dalam tubuh kita iblis-iblis banyak bersemayam, yang suatu sa’at akan mejerumuskan kita pada hal-hal yang berbau kemaksiatan. Maka sebagai penghuni bangsa yang katanya memiliki keluhuran budi pekerti lebih tinggi dari bangsa lain, kita-kita yang merasa dirasuki iblis-iblis itu cepatlah kembali kejalan yang diridhai Tuhan. Mari bangun negeri ini dengan semangat kerja yang tinggi serta punuh kesabaran, ketawakalan, tanpa kekerasan dan penindasan. Siapa lagi kalau bukan diri kita. Kita harus membebaskan diri sendiri dari ketergantungan kepada pihal lain dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Saya atas nama, demi stabilitas dan kelancaran negeri subur makmur aman tentram yang kita harap-harap. Tolonglah tekan emosi murni nurani kalian, agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya tidak sejalan dengan kami. Kami tahu, yang paling pokok kalian butuhkan hanyalah ini. MELEMPARKAN UANG RECEHAN / UANG LOGAN RATUSAN RUPIAH . Ambilah semua. Semuga kalian bisa tidur nyenyak. Makanlah sekenyang-kenyangnya agar kalian tidak berkicau lagi. TERTAWA TERBAHAK-BAHAK.
LAKI-LAKI ITU TERMENGU SEJENAK. RAUT WAJAHNYA MENJADI SAYU PENUH NADA KEPRIHATINAN.
Setiap aspek kehidupan ada di telunjukku. Tapi kala aku sedang di kerumuni bidadari-bidadari pilihan, wajah mendiang istriku selalu membayang di setiap sudut ruangan. Ia menangis tersedu-sedu. Apa lagi kala aku sendiri atau menjelang mau tidur. Bukan saja wajahnya yang membayang, tapi kata-kata luhur itupun ia bisikan lagi.
LAKI-LAKI ITU BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Bang. Lebih baik kita pilih saja hidup sederhana, agar hidup kita tentram.
LAKI-LAKI ITU MENJADI DIRINYA LAGI.
Ya, Amoy. Popularitas, kedudukan dan kekayaan menambah Abang semakin bingung. Abang tidak tahu siapa diri Abang sendiri.
TERDENGAR ALUNAN MUSIK CUKUP MEMILUKAN. LAKI-LAKI ITU MELANTUNKAN TEMBANG.
Aku mencari diriku sendiri
Ngalor ngidul tak ketemu-temu
TENGBANG DIULANG TIGA KALI.
TIBA-TIBA LAKI-LAKI ITU BERLARI KE SUDUT RUANGAN. KETIKA BERADA DI SUDUT DEPAN SEJENAK IA BERDIAM DIRI DAN PANDANGANNYA TERTUJU KE SUDUT ATAS.
Oh, waktu. Betapa cepat kau menggelinding. MUNDUR MENUJU TENGAH PANGGUNG. Kini telah senja lagi. Kalau senja tiba, dibalik terali jendela aku selalu termengu menekan kehampaan yang menyeruak dari setiap sel di sekujur tubuh, lalu meresap memenuhi kedalaman jiwa, dan berbaur dengan kegalauan yang terus mengitari batok kepala. Ingin rasanya aku merobohkan serambi-serambi yang telah dibangun dengan kokoh itu. Tapi dalam kesendirian ini kedua tanganku sulit sekali untuk digerakan. Aku hanya bisa menjerit menembus langit, berteriak pada bulan. Tuhan hanya milik sang penguasa. Tuhan kita sekarang adalah wujud kita, pikiran kita, perasan kita. Kitalah yang memiliki kasih sayang. Kasih dan sayang akan bersemayam di setiap wujud yang hidup, yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian, persahabatan dan persaudaraan. TERDENGAR SUARA TERIAKAN DARI LUAR. Terkutuk Kamu !
LAKI-LAKI ITU MENYUNGINGKAN SENYUMAN SINIS. Terkutuk? Aku terkutuk.
LAKI-LAKI ITU BENYANYI RIANG.
La la la la la, la
Aku terkutuk
La la la la la, la
Aku terkutuk,. Cesss
Bi.. biarin, hei
Bi.. biarin
Bi.. biarin, hei
Bi.. biarin, dut. KENTUT.
LAKI-LAKI ITU LONCAT DARI KURSI. DUDUK DI BIBIR LEVEL. MENCARI-CARI SESUATU DI SAKU BAJU DAN CELANA. MERASA SUDAH DITEMUKAN IA ROGOK DENGAN TANGANNYA. TAMPAKLAH GERETAN DAN PUNTUNG ROKOK KRETEK. DISULULUTNYA ROKOK ITU. SETELAH BEBERAPA KALI IA ISAP ROKO ITU IA BUANG SEMBARANGAN.
Sejak dalam kandungan sampai lahir aku sudah sarat dengan kutukan. Aku anak yang dibuang. Orang-orang menyebutku anak sampah, karena aku seolah-olah terlahir di sana, dari atas tumpukan sampah. Maka pantaslah aku menjadi manusia terkutuk. Manusia yang tidak dikehendaki kehadirannya di dunia ini. Tapi garis nasibku berkehendak lain. Aku harus tetap hidup dan menjadi saksi sejarah diri sendiri serta kecongkakan mahluk-mahluk yang dianggap paling mulia. SEPERTI TERSADARKAN. Sejarah ? Apa itu sejarah ? Puah ! Tai kucing dengan sejarah. Sejarah telah diputar balikan paktanya. Sejarah telah banyak menelan korban yang tidak berdosa. Sejarah telah membentuk manusia angkuh, sombong dan membuat mereka menjadi penindas kelas wahid. Maka aku yakin kalian pasti tahu siapa sebenarnya aku. Akulah salah satu korban dari kebengisan sejarah bangsa ini, dan mungkin suatu saat kalian akan menjadi sasaran berikutnya.
TERDENGAN LANTUNAN SERULING. LAKI-LAKI ITU SEJENAK MENIKMATINYA.
Itulah lantunan musik yang berasal dari salah satu propinsi di belahan negeri ini. Kata orang propinsi itu memiliki semboyan " subur makmur aman tentram ". Suatu semboyan yang sangat mulia. Bunyinya seperti mimpi-mimpiku ketika aku merasa hidup di surga. Moga-moga saja tidak berubah menjadi subur tapi habis segala-galanya. Aman tapi sering recok membecarakan kejelekan dan kelemahan bangsa serta kawan sendiri. Cekcok memperebutkan kedudukan dan tanah milik rakyat kecil. DIAM SEJENAK. Oh, ya. Lantunan musik itu juga mengingatkan ke masa umurku sekitar 18 sampai 20-an. Masa-masa yang paling indah, masa aku mulai serius mencari pasangan hidup. Kalau kalian hidup bersamaku di masa itu, pasti kalian ngiri atau menggelengkan kepala karena heran. Ya, kenapa tidak ? Betapa cantiknya calon istriku saat itu. Kalian tahu ? Pasti tidak. Edan ! Tidak seorang perepuan pun di kampung dia dapat menandingi kemolekannya. Bahkan kalau dia mengikuti kontes ratu kecantikan dengan pasti dia akan mengalahkan bintang-bintang iklan di dunia. DIAM SEJENAK. Dia memang wanita yang sangat sempurna. Selain cantik parasnya dia juga rajin sembahyang dan pintar mengaji. Cinta kami bersemi cukup mengasikan. Kami berdua tidak pernah berselisih paham. Si cantik itu sangat pengertian terhadap apa saja yang aku inginkan. Mungkin itulah tipe istri setia. Dia tidak pernah mengungkit-ungkit asal usul dan pekerjaanku. Jika aku membicarakan masa laluku yang suram itu dia suka marah. Omongnya begini.

BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Bang, Amoy mencintai jiwa dan raga, bukan mencintai sejarah Abang. Amoy tidak peduli Abang dari mana ? Anak siapa ? Terpenting, apakah Abang akan mencintai Amoy sepenuhnya ?
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Ketika aku menatap wajahnya kadang-kadang gejolak hati ini tidak bisa ditahan, hingga tak terasa aku suka ngomong sendiri. Perempuan ini sebenarnya peri dari mana? Demi aku ia mau meninggalkan kedua orang tuanya. Ia mau melupakan masa remaja bersama kawan-kawannya yang syarat dengan hura-hura dan limpahan materi. Bisakah aku membalas kebaikannya. Bisa langgengkah aku hidup bersamanya.
BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Abang jangan pandangi seperti itu, Amoy takut.
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Takut kenapa ? Memangnya wajah Abang ini mirip monster ?
BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Bukan. Tatapan Abang seperti tatapan perpisahan. Amoy takut Abang akan pergi jauh dan pacaran kembali dengan wanita lain.
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Edan ! Edan ! Orang secantik dia sampai takut kehilangan aku yang punya wajah di bawah pasaran seperti ini. Tidak sayang. Kamulah satu-satunya wanita yang Abang cintai. Abang bersumpah. Demi langit dan bumi Abang akan tetap hidup bersamamu sampai ajal menjemput kita.
BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN.
Kalau begitu kapan Abang akan menikahi Amoy ? Cepatlah Bang agar Amoy tentram. Agar tidak canggung lagi terhadap Abang dan agar kita terhidar dari godaan setan dan fitnah. DIAM SEJENAK. Kenapa diam. Abang jangan khawatir terhadap orang tua Amoy yang tidak menyetujui hubungan kita. Sekarang Amoy tidak peduli lagi pada mereka. Mereka terlampau egois. Mereka butuhkan dari laki-laki Amoy bukanlah cinta kasih, tapi harta benda yang melimpah luah. Ayolah Bang mumpung Amoy masih punya simpanan uang dan mas, kita kan bisa kawin lari. Setelah itu Amoy akan lebih iklas lagi mau Abang bagaimanakan juga, karena Amoy telah sah menjadi milik Abang.
KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Yes ! Yes ! Oh, betapa lega hatiku. Ternyata gadis itu benar-benar siap dan mau menyerahkan segalanya kepadaku. Akhirnya melalui wali hakim, di rumah kumuh yang bau dengan tumpukan sampah itu aku nikahi si cantik Amoy.
TERDENGAR SUARA BINATANG MALAM BERBAUR DENGAN LANTUNAN SERULING. LAKI-LAKI ITU MELIPAT KURSI DAN DIDEKAP OLEH KEDUA TANGAN DI PERUTNYA.
Selamat malam. Selamat tidur. Semoga kita bermimpi sepuas-puasnya sebelum setiap mimpi dirapatkan di gedung DPR/MPR. Semoga kita bermimpi seindah mungkin sebelum setiap mimpi terjerat pelaturan pemerintah dan pasal undang-undang KUHP. Tuhan yang dulu kita anggap Tuhan Esa, bersama masa depan yang kita harapkan juga berada di sana. Di alam mimpi masing-masing. Sampai jumpa besok, perjalanku masih panjang. Sekarang aku harus pergi. Ya, pergi mencari tema diri yang telah lama mengembara. Kalau ketemu Siti Nurbaya, Marsinah, Udin, kawan-kawan kita yang hilang dan Tuhan kalian, bilang ada salam dari aku. Aku kangen, begitu.
LANTUNAN SERULING TERDENGAR LAGI. LAKI-LAKI ITU NEMBANG. BERJALAN KE BELAKANG ARENA DAN MASIH TETAP MENDEKAP KURSI LIPAT.
Aku mencari diriku sendiri
Ngalor ngidul tak ketemu-temu
TENGBANG DIULANG TIGA KALI.
LAKI-LAKI ITU BERDIAM DIRI DI BELAKANG ARENA DAN MEMALINGKAN WAJAHNYA KE DEPAN.
Tujuh hari sudah kunikahi si cantik Amoy. Aku lihat bayi-bayi di atas tumpukan sampah berserakan. Aku lihat ibu-ibu berteriak menanyakan suami dan anak-anaknya yang rahib entah ke mana. Aku lihat diantara puing-puing perkantoran, pertokoan dan pemukiman itu tubuh manusia gosong terbakar. LAKI-LAKI ITU MEMBALIKAN BADAN DAN BERJALAN KE TENGAH ARENA. Di sana kawan-kawanku menadahkan tangan. Sorot matanya sangat tajam. Mereka mendongakan muka menatap birunya langit, memohon setetes harapan. Agar kediamannya tidak di gusur, agar kediamannya tidak di lalap api. LAKI-LAKI ITU MENJATUHKAN KURSI KE LANTAI. Tapi lagi-lagi Tuhan memberi cobaban atau mungkin tidak mau tahu. Api itu telah menjadi raja dari segala raja. Seketika ia melaju memporak porandakan segalanya. Rumah dan harapan mereka sekejap sirna. Dan…dan paling mengerikan istriku juga berada di sana. Istriku ? IA BERLARI KE SANA KE MARI SAMBIL MENYEBUT-NYEBUT ISTRINYA. LALU KEMBALI LAGI KE TENGAH ARENA. Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Istriku tidak terbakar di sana. Tidak! Tidak ! Tidak ! Tidaaaaaaaakkk. MENANGIS.
LAKI-LAKI ITU TERPURUK DI LANTAI.
Amoy belahan jiwa Abang sejati
Janganlah engkau bergegas pergi
Kita akan arungi bahteri cinta
Dengan kapal berjangkar kasih sayang
Amoy selimut hati kala sepi
Jangalah engkau undurkan diri
Kita akan merenda janji setia bersama
Penuh suka cinta tanpa duka
Tanpa merana karena kecewa
TIBA-TIBA IA BERDIRI. RAUT WAJAHNYA BERUBAH MENJADI GARANG.
Brengsek ! Bedebah ! Siapa sebenarnya yang terkutuk itu ? Siapa yang gila itu ? Siapa? Aku atau mereka ? DIAM SEJENAK. Aku ?… Apa, istriku ? Mereka menuduh aku dan istriku. Kamilah pembawa sial itu. Tidak ! Istriku tidak mungkin melakukan tindakan sebodoh itu. Dia jarang sekali menyalakan api keculai malam hari. Itupun cempornya kembali dimatikan kalau kami mau tidur. Kalau kebakaran itu disebabkan dari ledakan kompor, mustahil. Selama tujuh hari di rumah itu kami tidak pernah masak, karena kami belum punya perabotan rumah tangga. Kami makan dan minum selalu dari warung atau peberian tetangga jika istriku selesai mengajar ngaji. DIAM SEJENAK. Semua penduduk pemukiman rumah kumuh itu tahu dia adalah guru ngaji anak-anak mereka. Pembimbing yang selalu menunjukan mana yang baik, mana yang buruk. Tapi mereka tidak bisa memberikan kesaksian. Entah apa yang terjadi pada mulut mereka. Semua mendadak bisu. Apa karena istriku anak keturunan? Tidak ! Aku yakin hati mereka mengatakan bukan istriku yang melakukannya. Itu kurasakan ketika aku bertanya kepada mereka. Walau mulutnya tidak bisa bicara, tapi dari masing-masing kelopak matanya aku lihat linangan air membasahi wajah-wajah polos itu. Ternyata mulut mereka sudah terbelenggu oleh kekuasaan mayoritas yang mengatasnamakan demi keamanan dan ketertiban.
LAKI-LAKI ITU BERLARI KE SANA KE MARI MENYEBUT-NYEBUT ISTRINYA. KE LUAR SEJENAK MENGAMBIL KAIN PUTIH. MASUK KEMBALI DAN MENUTUPI KURSI LIPAT DENGAN KAIN SEPERTI MENUTUPI SESOSOK MAYAT.
MERATAP. Istriku mati. Maafkan Abang, Amoy. Ternyata Abang tidak bisa menjagamu. Tidurlah dengan tenang. Semoga kita bisa melanjutkan kisah kasih kita di alam sana. BERTERIAK SAMBIL MENANGIS. Tidak ! Kamu tidak boleh mati. Kita akan arungi bahtera hidup ini sama-sama. Lihatlah masih panjang jalan yang harus kita tempuh. Kita akan punya anak banyak. Kita pelihara dengan baik. Kita sekolahkan. Kalau bisa jangan tanggung-tanggung kita kirim mereka ke harvad University agar nanti menjadi pengusaha atau pemimpin dunia. Kamu kan ingin salah satu anak kita menjadi ulama. Kita sekolahkan anak yang paling gede ke Kairo, agar nanti menjadi ulama besar dan sekaligus dapat membimbing adik-adiknya jangan sampai terjerumus pada hal-hal yang berbau kemaksiatan, terutama merugikan rakyat dan negaranya. Jika semua telah berhasil kita dirikan sebuah kerajaan kecil dengan istana melebihi kemegahan istana negara atau gedung putih. Jangan ! Kita jangan berlebihan. Abang ingin anak kita cukup dua saja. Anak dan harta katanya titipan Tuhan. Untuk apa anak banyak, harta melimpah, tapi jiwa kita tidak tentram. Apalagi salah memeliharanya, kelak bisa jadi api neraka. Abang lebih suka yang serba sederhana. Makanya Abang mau memilih hidup bersamamu, karena kamu pasti sanggup hidup seperti itu. Kamu lain dari yang lain. DIAM SEJENAK. Sekarang kamu telah tiada. Kamu telah pergi selamanya. Amoy, Abang tahu hudup pada dasarnya menunggu kematian. Tapi kematian yang bagaimana yang kita harapkan? LAKI-LAKI ITU MARAH. Tidak ! Pokonya aku harus bertanggungjawab atas peristiwa itu. Demi kamu yang telah menjadi abu aku bersumpah. Sebelum orang-orang yang membakarmu menjadi abu pula aku tidak akan pernah hidup tentram. Hei! Jahanam-jahanam yang bersembunyi di balik kebesaran. Awas, tunggu pembalasanku.
LAKI-LAKI ITU TIBA-TIBA KEJANG-KEJANG. MULUTNYA MENGANGA, MATANYA MELOTOT DAN JATUH TERKULAI.

SELESAI

No comments: